Memperbaiki lingkungan yang porak-poranda tujuan utamanya. Diikhtiarkan pula untuk memagari wilayah operasi dari agresifnya pertambangan batubara.
Sengatan mentari khatulistiwa, tak menyurutkan langkah ratusan pria dan wanita, menuju beberapa lahan yang mirip tanah lapang. Pagi itu, Selasa, 31 Desember 2013, tatkala banyak orang sedang menyiapkan terompet dan kembang api untuk menyambut pergantian tahun, pimpinan dan karyawan PT Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga justru bermandi peluh di Lapangan Samboja, Kutai Kartanegara. Tanah yang tadinya kosong, mendadak dipenuhi barisan tunas-tunas muda.
Lapangan Samboja total mempunyai 10 sumur. Lewat kegiatan menanam di penghujung 2013 itu, ditargetkan setiap sumur akan dikelilingi oleh sekitar 1.000 pohon. Dengan begitu, bibit yang ditanam mencapai 10.000 pohon. Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga menggandeng Komando Daerah Militer (Kodam) VI Mulawarman dalam acara ini.
“Kegiatan penanaman ini, sekaligus melengkapkan jumlah total pohon yang telah ditanam sebelumnya oleh Pertamina EP sepanjang tahun 2013 sebanyak 323.463 pohon,” jelas Public Relation (PR) Manager Pertamina EP, Agus Amperianto yang tiba di lokasi sejak sehari sebelumnya.
Ia menuturkan, penanaman 10.000 pohon di wilayah produksi minyak dan gas (migas) Samboja ini, merupakan wujud komitmen Pertamina EP terhadap upaya pelestarian lingkungan. “Program ini juga merupakan support (bentuk dukungan, red) kami terhadap kegiatan Corporate Social Responsbility (CSR) Pemerintah Daerah (Pemda) Kutai Kartanegara,” terangnya.
Namun bak pisau bermata dua, selain menghijaukan kembali Bumi Kalimantan Timur, ternyata ada motif lain dibalik kegiatan menanam itu. “Program penanam pohon di akhir 2013 ini, juga merupakan upaya memberi batas Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Pertamina EP dengan perusahaan pertambangan batubara,” ucapnya. Terungkap, selama ini ada permasalahan tumpang tindih lahan, antara Pertamina EP dan perusahaan tambang yang beroperasi di Samboja.
Persoalan itu, menurut Agus cukup pelik. Tidak ada kejelasan batas Wilayah Kerja Pertambangan antara Pertamina EP dan perusahaan batubara yang beroperasi di sana. Operasi pertambangan batubara kerap merangsek ke wilayah operasi migas Pertamina EP, mengakibatkan rusaknya beberapa fasilitas hulu migas milik perusahaan negara ini.
“Kerusakan itu berakibat pada terhambatnya produksi minyak dan gas Pertamina EP. Oleh karena itu dengan ditanamnya pohon ini, diharapkan bisa menjadi border antara WKP Pertamina EP dan penambangan batubara,” tukasnya.
Dalam sambutannya, Panglima Kodam (Pangdam) IV/Mulawarman, Mayjen TNI Dicky W Usman menerangkan, penanaman pohon ini juga merupakan upaya pelestarian lingkungan yang telah rusak, akibat aktivitas penambangan batubara, yang tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.
“Penanaman pohon ini bertujuan sebagai pagar hidup batas wilayah kerja Pertamina EP dengan perusahaan batubara. Kami akan melakukan pengawasan. Jika aktivitas penambangan masih membandel dengan tidak mempedulikan lingkungan, akan kami sikat,” tegas Mayjen Dicky W Usman.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kegiatan penanaman pohon ini diikuti juga dengan bedah rumah, dan peletakan batu pertama untuk pembangunan Pos Bintara Pembina Masyarakat (BABINSA). “Pos BABINSA dibangun untuk mendeteksi, mencegah, dan memfasilitasi kegiatan penambangan agar lebih efektif,” ujar Dicky lagi.
Setelah Rugi Rp 20 Miliar
Upaya membuat pagar yang tegas dengan pertambangan batubara ini, tampaknya tidak lepas dari peristiwa longsor, yang terjadi pada Senin, 4 November 2013 lalu. Saat itu, tanah yang menjadi pondasi jalan di Sangasanga Muara, Kecamatan Sangasanga, Kutai Kartanegara, ambles sepanjang 100 meter. Praktis tiga kelurahan di Sangasanga, antara Sungai Meriam dan lokasi penambangan batubara, terputus aksesnya tak bisa dilalui.
Akibat dari longsornya badan jalan ini, selain kerusakan jaringan listrik PLN dan terganggunya kegiatan masyarakat di area Sangasanga-Muara, juga berakibat rusaknya fasilitas produksi milik Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga.
“Dampak langsung ke Pertamina EP, yakni rusaknya dua buah tiang listrik c/w kabel, dua jalur trunkline pipa ukuran 4 inci dan 5 inci dari SP M1 ke sucktion pompa transfer SPU B yang berada disebelah badan jalan yang mengalami longsor, serta loss produksi dua sumur LSE-935 dan LSE-960 total 60 bbls per day,” terang Agus Amperianto di Jakarta, Kamis, 12 November 2013.
Berdasarkan Rapat Dengar Pendapat Gabungan Anggota Komisi l dan Komisi ll Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Kartanegara, yang dipimpin oleh H.Salehudin selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara pada 7 November 2013, disepakati beberapa hal.
Pertama, PT Amelia Energi selaku pelaksana kegiatan perusahaan batubara CV Batuah Bara Mitra, bersedia bertanggung jawab untuk mengganti kerusakan fasilitas umum berupa jalan poros Sangasanga, jaringan listrik PLN, dan fasilitas lainnya yang merupakan aset daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kedua, DPRD akan menyampaikan hasil rapat rekomendasi notulen kepada Kepolisian Resort (Polres) Kutai Kartanegara pada Kamis, 7 Nopember 2013, agar pihak kepolisian mengusut lebih lanjut dugaan adanya tindak pidana dibalik longsor tersebut.
Lebih lanjut Agus mengatakan, kegiatan penambangan batubara telah mengesampingkan aspek HSSE (Health, Safety, Security and Environment) sehingga merugikan orang lain. “Akibat peristiwa ini kerugian yang dialami Pertamina EP Asset 5 Field Sangasanga ditaksir mencapai Rp 20 miliar,” kata Agus.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru