JAKARTA – PT Pertamina (Persero), sebagai holding BUMN migas menargetkan pertumbuhan signifikan infrastruktur gas nasional seiring masuknya PT Perusahaan Gas Negara Tbk sebagai subholding gas. Pertamina menargetkan pertumbuhan bisnis gas 7%-9% selama lima tahun ke depan.
“Dengan holding ini, jaringan pipa kami akan mencapai lebih dari 9.600 km, pipa terpanjang di Asia Tenggara,” kata Basuki Trikora Putra, Direktur Pemasaran Korporat Pertamina di sela-sela penyelenggaraan Indonesian Gas Society 2018 di Jakarta, Selasa (28/8).
Selain panjang jaringan, volume transmisi gabungan Pertamina melalui PT Pertamina Gas (Pertagas) dengan PGN mencapai 2.627 juta kaki kubik standar per hari (MMSCFD). Saat ini Pertamina menguasai 56,96% saham PGN. Sisa 43,04% saham perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia dikuasai publik.
Menurut Basuki, untuk mencapai target pertumbuhan 7%-9%, ada beberapa langkah strategis akan dilakukan, diantaranya meningkatkan pasokan gas domestik, efektivitas dan keberlanjutan distribusi gas, mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur yang ada hingga membangun di area baru serta meningkatkan kapasitas untuk berinvestasi.
“Saat ini, kami masih pada tahap awal integrasi. Namun kami sudah melihat ada peluang yang sangat besar untuk penciptaan nilai tambah ke depan,” kata dia.
Pada tahap awal pembentukan holding, Pertamina terus melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan di bisnis gas melalui berbagai forum. Pertamina menyadari tantangan utama bisnis gas saat ini adalah permintaan gas di dalam negeri yang terus meningkat. Untuk itu, Pertamina harus terus mengupayakan mata rantai gas yang efisien. Apalagi dengan kondisi pasokan yang terkonsentrasi di wilayah timur, sementara kebutuhan lebih terpusat di wilayah barat.
Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan sinkronisasi menjadi poin penting dan milestone utama dalam holding migas. Apalagi sebelum terbentuk holding, aroma persaingan antara Pertagas dan PGN cukup kuat.
“Sinkronkan dulu, jadi yang tadi saya terangkan di Sumatera Utara, Jawa Timur itu kami sinkronkan karena sudah membangun dua-duanya. Dulu kan bersaing, dua-duanya punya disana, sekarang kedepan tidak boleh lagi masing-masing yang sudah jadi kami optimalkan,” tandas Fajar.(RI)
Komentar Terbaru