JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menjajaki tambahan jual beli gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dengan Sinopec ke China. Setelah adanya kesepakatan untuk memasok enam kargo LNG mulai tahun depan, Sinopec telah menyatakan minat untuk mendapatkan pasokan LNG dari PGN selama lima tahun.
“Kan sudah enam kargo, masih berpotensi tambah sampai midterm lima tahun mereka akan sangat berminat. Mereka berkeinginan untuk itu,” kata Syahrial ditemui di Jakarta, Rabu (27/11).
Menurut Syahrial, kebutuhan gas China akan terus tumbuh seriring dengan kebijakan pemerintah yang mulai mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Gas menjadi alternatif energi yang paling diandalkan sebagai pengganti batu bara. Selain Sinopec ada beberapa perusahaan lain yang bisa menjadi potensi pembeli LNG. “Ada yang lain nanti saya sampaikan bisa sampai puluhan kargo,” ujar Syahrial.
Setiap tahun China membutuhkan hampir 1.000 kargo, karena itu pasar LNG China sangat berpotensi untuk terus dijajaki. “Ini yang men-driver perubahan, karena kebijakan China mengarah menggunakan gas untuk menggantikan batu bara sehingga kebutuhan gas naik terus,” ungkapnya.
Sinopec meminta pasokan enam kargo LNG yang akan mulai dipasok PGN pada 2020. LNG yang dikirim ke China nanti dapat bersumber dari domestik maupun internasional.
PGN juga sudah menerima mandat dari pemerintah dan pemegang saham untuk mengelola dan mengintegrasi bisnis gas dan LNG d Indonesia dari midstream ke downstream untuk mencapai nilai paling optimal kepada seluruh pemangku kepentingan.
“Kami sudah meninjau kesempatan untuk mengambil peran dan mengembangkan infrastruktur gas dan LNG sepanjang rantai nilai, mulai dari kepemilikan bidang likuifaksi, regasifikasi, kapal, regenerasi energi atau transmisi infrastruktur, saluran pipa dan fasilitas gas kota,” kata Syahrial.(RI)
Satu hal yang menarik, “kebijakan China mengarah menggunakan gas untuk menggantikan batu bara…”
China kemudian memilih membangun PLTU Batubara di Indonesia, Indonesia di sentil PBB & IMF karena pembangunan PLTU batubara yg masif. (jadi semua kok pada “nyampah” di Indonesia, yaa karena RI butuh investasi). Silahkan anda Cek saja RUPTL.
Crash program majority pembangkit batubara. ya mau tidak mau,.. tarif listrik kita cukup kompetitif dibandingkan negara sekitar, bisa dikatakan murah untuk beberapa segment (misal Industri, dll).
Karena subsidi pemerintah ke PLN kurang, dan PLN selalu mengeluh rugi… Jadi supaya BPP kelistrikan murah ya batubara solusinya., tapi emisi karbon itulah yang menjadi bumerang. Seperti biasa semua berpendapat, sekarang ya sekarang, nanti ya nanti.. biar masalah itu diselesaikan oleh stakeholder 20-30 tahun kedepan..