JAKARTA – Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) semakin tak terkendali, terutama ketika harga komoditas terus naik dan menyebabkan terjadinya disparitas harga tinggi.
Fakta-fakta seputar PETI dipaparkan oleh para pembuat kebijakan, aparat hukum, praktisi, dan akademisi di webinar bertajuk “Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin di Indonesia” yang diselenggaran oleh IKA FH UNDIP bersama Omnilegal Law Firm dan Kolegium Jurist Institute, pada Senin (22/8/2022).
Banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin di sektor mineral dan batu bara, namun nilai kerugian lebih masif di batu bara. Yang dirugikan, selain perusahaan penambang legal, pemerintah, juga masyarakat karena lingkungan sekitarnya rusak.
“PETI tidak hanya merugikan penambang, tapi juga negara dan masyarakat,” kata Ahmad Redi, Ketua Umum IKA FH Undip dan Pengamat Hukum Pertambangan, Senin(22/8).
Antonius Agung Setijawan, Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara KESDM, mengatakan bahwa berdasar data Kementerian ESDM diperkirakan ada sekitar 3,7 juta pekerja yang terlibat di kegiatan PETI.
“Jumlah itu terbagai di 96 lokasi tambang batu bara dan 2.645 lokasi tambang mineral,” ujarnya.
Ia menjelaskan ada beberapa dampak PETI yang bahkan membahayakan keselamatan hingga sampai menelan korban jiwa.
“Kegiatan tambang tanpa izin berpotensi merusak lingkungan hidup. Di beberapa tempat, kata dia, banyak menimbulkan pendangkalan sungai yang kemudian mengurangi kesuburan tanah yang akhirnya menimbulkan bahaya banjir. Umumnya adanya kegiatan-kegiatan pertambangan tanpa izin ini, lingkungannya menjadi rawan terhadap gangguan keamanan,” ujarnya.
Kegiatan Pertambangan Tambang Tanpa Izin (PETI) harus diberantas secara tuntas dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga kepolisian. Tidak hanya untuk menegakkan peraturan, namun juga untuk mendapatkan penerimaan negara secara lebih optimal.
Brigjen Pol Pipit Rismanto mengungkapkan saat ini sudah ada koordinasi dan sinkronisasi data antara kepolisian dan Kementerian ESDM terhadap beberapa komoditas penambangan.
“PETI ini bukan sekedar melanggar UU Minerba, tapi juga Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait K3, UU lingkungan, sampai terdapat penyalahgunaan BBM bersubsidi,” ujar Pipit.
Permasalahan PETI yang sangat kompleks, menurutnya tidak bisa diselesaikan dengan berjalan sendiri – sendiri. “Perlu penataan regulasi yang berkembang dan berkelanjutan yang mampu mendong perekonomian daerah maupun nasional, koordinasi antar lembaga dan sinergi juga harus ditingkatkan,” katanya.
Rizal Kasli, Ketua Umum PERHAPI, menekankan pemerintah perlu melakukan penegakan aturan atau law enforcement terkait PETI, terutama langsung menyasar ke cukong – pemodal dan beking yang banyak ambil keuntungan bisnis.
“PETI gelap ini termasuk penghindaran dari pajak dan retribusi lainnya, sehingga perlu dibentuk Satgas khusus untuk pemberantasan PETI yang bertanggung jawab langsung ke presiden dan wakil presiden,” ujarnya.(RA)
Komentar Terbaru