KAOS putih yang sudah mulai memudar warnanya, membalut tubuhnya yang kurus. Rambutnya dipotong pendek. Kumis hitam nan lebat tumbuh di atas bibirnya. Pembawaannya sederhana, namun ramah dan ceria. Itulah sosok Iman Saleh Siregar (45 tahun), Ketua Kelompok Tani (Poktan) Permata Hijau Desa Sipenggeng, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, saat ditemui di halaman belakang Kantor Poktan Permata Hijau sekaligus tempat menjemur padi yang dikelola poktan tersebut pada Rabu (21/8) siang.
Iman adalah salah satu tokoh panutan setempat (local hero) yang menjadi mitra PT Agincourt Resources, perusahaan pertambangan emas Martabe yang tahun ini genap tujuh tahun berproduksi di Batangtoru. Sudah 3,5 tahun Poktan Permata Hijau diajarkan penangkaran benih padi secara organik oleh pengelola tambang Martabe pada lahan seluas tujuh hektare.
“Petani di Batangtoru tak perlu lagi membeli bibit padi dari luar daerah. Kualitas bibit sangat bagus. Kemampuan tumbuh 90%, kemurnian bibit 99%, hasil panen satu hektare bisa di atas 8 ton,” katanya.
Beberapa produk benih padi yang telah dihasilkan oleh Poktan Permata Hijau antara lain INPARI 9, Taoti, dan Situbagendit (label ungu dan putih). Total panen pernah mencapai 60 ton atau lebih dari Rp600 juta.
Menurut Iman, benih padi yang dipanen oleh anggota Poktan Permata Hijau tidak bisa langsung dijual ke pasar, tapi terlebih dahulu dibawa ke laboratorium pengujian. Setelah lolos pengujian baru boleh dijual ke kios benih. “Harga jualnya bisa Rp9.000 per kilogram” katanya.
Program penangkaran padi di Desa Sipenggeng diawasi petugas dari Unit Pelaksana Teknis Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara. Program pemberdayaan penangkar padi Permata Hijau di Desa Sipenggeng telah beberapa kali mendapatkan penghargaan, antara lain Juara II Kelompok Tani se-Sumatera Utara pada 2019.
Iman mengaku, sebelum menggunakan bibit organik, anggota Poktan Permata Hijau menganggap bahwa pertanian organik selalu mendapat stigma negatif: sulit, mahal, dan ribet. Apalagi, petani di Batangtoru terbiasa dengan pertanian yang menggunakan pestisida dan bibit yang belum organik. Seiring perjalanan waktu dan dukungan dari manajemen Agincourt Resources, tambah Iman, petani di Batangtoru, membuktikan hal sebaliknya. “Pertanian organik mudah dan murah,” kata Iman seraya tersenyum.
Iman Saleh Siregar, Ketua Poktan Permata Hijau. (foto: dudi rahman/de)
Pramana Triwahjudi, Senior Manager Community PT Agincourt Resources, mengatakan Agincourt Resources pertama kali melakukan kepada petani di Batangtoru untuk bertani organik pada 2013. Petani yang pertama kali mendapat pendampingan dari Tambang Emas Martabe adalah yang berada di kawasan Aek Pahu, Desa Napa, Batangtoru.
“Mereka diajari bagaimana mengelola persawahan organik seluas tiga hektare. Beberapa petani juga diajak studi banding ke daerah lain untuk belajar,” ujar Pramana.
Fahri Hasibuan, Ketua Kelompok Tani Aek Pahu Desa Napa, yang juga menjadi mitra binaan Agincourt Resources, mengatakan pada awal memulai bertani dengan bibit padi organik, hasilnya lebih sedikit. Per hektare hanya menghasilkan enam ton padi, kendati kini bisa lebih dari 8 ton. Sedangkan dengan bibit yang tidak organik bisa menghasilkan 8,4 ton padi per hektare. Bibit yang digunakan adalah bibit organik lokal dari Cianjur karena lebih mudah ditanam dan bisa jadi bibit lagi secara kontinu. Pun ada varietas lain yang ditanam di Aek Pahu antara lain SAW, Merah Saodah, Merah Putih, dan Jasmin.
Menurut Fahri, tidak seperti bibit padi yang belum organik yang hanya digunakan sebagai bibit satu atau dua kali saja. Dengan cara ini, petani bisa menghemat biaya pembelian bibit. Bibit padi Aek Pahu pun telah memperoleh sertifikasi bebas pestisida dari PT Suconfindo pada Februari 2017.
Fahri juga mengamini pendapat Iman Siregar bahwa penanaman padi organik ramah lingkungan. Dalam jangka panjang biaya bertani lebih murah, produksi meningkat, dan harga jual beras sangat tinggi. “Kunci penanaman padi organi hanya satu, yaitu perlu telaten,” katanya.
Fahri mengapresiasi dukungan Agincourt Resources bagi para petani di Batangtoru. Khusus di Aek Pahu, manajemen Agincourt Resources ikut melakukan optimalisasi budidaya dan memberi nilai tambah bagi usaha pertanian organik melalui metode mina padi atau perikanan di persawahan. Belum lagi pemanfaatan lahan sisa dengan tanaman hortikultura, dan penerapan teknologi ramah lingkungan seperti solar cell, mini pembangkit hidro, dan hidran. “Kawasan persawahan Aek Pahu kini telah menjadi Organic Farming Eco Park yang edukatif dan rekreatif dengan nama Griya Upa Tondi,” ujarnya.
Keterlibatan dan dukungan Agincourt Resources bagi pemberdayaan petani dan masyarakat Batangtoru makin terasa saat perusahaan meresmikan program optimalisasi kawasan persawahan terpadu di Desa Batuhula, Kecamatan Batangtoru. Optimalisasi persawahan terpadu yang meliputi perbaikan irigasi menggunakan pompa hidram dan panel surya, intensifikasi persawahan dan unit penggilingan padi, merupakan dukungan Tambang Emas Martabe untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.
Area persawahan Simpang Alas dan Lapotorop memiliki areal tanam seluas sekitar 50 Ha dan selama ini hanya mengandalkan tadah hujan sebagai sumber irigasi. Tak hanya dukungan melalui pembangunan tiga fasilitas, Tambang Emas Martabe juga memberikan dukungan pembekalan teknologi budidaya pertanian jajar legowo yang mampu meningkatkan produktivitas.
Menurut Pramana, dengan adanya optimalisasi ini, luas areal tanam berpotensi berkembang hingga 80 ha dan terjadi peningkatan volume produksi hingga 30%-40%, serta memberikan peningkatan kualitas hidup kepada 200 petani.
“Untuk fasilitas penggilingan padi saat ini memiliki kapasitas produksi mencapai 5 ton per hari. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan lantai jemur seluas 750 m2 serta bangunan gudang dan kantor seluas 270 m2. Kualitas beras yang dihasilkan adalah beras premium. Saat ini penggilingan padi dikelola oleh Koperasi Marsada Jaya Bersama,” ujar Pramana.
Untuk fasilitas pompa hidram dan solar panel, tambah Pramana, Tambang Emas Martabe telah membangun 10 unit pompa mekanis yang mampu mengalirkan air 50 liter/detik ke sawah. Sedangkan pompa hidram ini ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar dan mudah perawatannya. Sistem irigasi ini didukung dengan solar panel 9 kW untuk mengoperasikan pompa submersile yang digunakan untuk mengalirkan kembali air sisa dari pompa hidran dengan volume 13 liter/detik. “Kami berharap seluruh fasilitas dukungan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para petani,” ujar Pramana.
Petani Jagung
Dukungan Agincourt terhadap petani, tak bagi petani padi, pun bagi petani jagung. Adalah Mukson (47), pria asal Kebumen, Jawa Tengah yang menginisiasi pengembangan tani jagung di Lubuk Tano Aek Sirara, dusun kecil di pedalaman Batangtoru. Bersama sejumlah petani di Batangtoru, Mukson membentuk Kelompok Tani Jagung Pipil Mulia Bakti dan mendapat dukungan dari Agincourt Resources pada 2016. Setahun kemudian, Poktan ini membentuk Koperasi Karya Mulia Bakti dengan Mukson sebagai Ketua Kelompok Tani Mulia Bakti sekaligus pimpinan koperasi.
Mukson mengatakan, tim CSR Agincourt melakukan pendampingan bagi anggota poktan. Petani jagung dilatih mengolah lahan yang bagus, mencari bibit yang tepat, dan didatangkan para ahli pertanian untuk melatih bertani dengan cara modern.
Mukson, Ketua Koperasi Mulya Bakti (foto: dudi rahman/DE)
“Awalnya kami menanam di areal tanam percontohan jagung pipil seluas satu hektare. Lahan percontohan ini merupakan hasil kerja sama Agincourt Resources dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Batangtoru dan PT BISI International Tbk,” ujarnya.
Di lahan percontohan, menurut Mukson, anggota kelompok tani diberi pendampingan penggunaan benih dan cara penanaman jagung yang baik. Tim pendamping juga mengevaluasi tingkat produktivitasnya setiap kali panen. Produksi jagung pipil untuk pakan ternak itu bahkan meningkat hingga 5-6 kali lipat dari saat belum ada pendampingan yang awalnya hanya menghasilkan 1 ton saja.
Manajemen Agincourt merespons positif keberhasilan poktan dan Koperasi Karya Mulya Bakti. Belakangan, Mukson dan kelompoknya mendapat dukungan sarana dan produksi pertanian serta dibantu dalam mengakses jejaring pasar. Area tanam diperluas menjadi 35 hektare dengan produksi 10-12 ton jagung kering per bulan yang ditampung oleh Koperasi Karya Mulya Bakti yang saat ini memiliki 60 anggota.
“Kami membeli jagung pipil dari petani seharga Rp3.300-3.400 per kilogram, jauh lebih tinggi dari sebelum ada koperasi, yaitu sekitar Rp2.300 per kilogram,” ujarnya.
PT Charoen Pokphand Tbk, perusahaan pakan ternak yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, salah satu penampung produksi jagung pipil petani Aek Sirara binaan Agincourt Resources. Jagung pipil dari sana juga dipasok ke sejumlah daerah di Batangtoru, Padangsidempuan, Sibolga—bahkan hingga Medan, dengan harga Rp5.150-Rp5.500 per kilogram.
Tim Duffy, CEO Agincourt Resources, menjelaskan Tambang Emas Martabe secara aktif mendukung pengembangan masyarakat terutama di sekitar tambang sejak proyek dimulai untuk memastikan masyarakat merasakan manfaat langsung dari kehadiran tambang. Pengelola Tambang Emas Martabe selalu memberikan perhatian khusus untuk berbagai program pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.
“Kami berkomitmen terus memberikan nilai dan manfaat terutama bagi masyarakat sekitar tambang. Pertanian merupakan salah satu fokus utama kami dalam program pengembangan masyarakat, selain tentu saja pendidikan, infratruktur, kesehatan, dan pengembangan ekonomi lokal,” ujar Duffy.
Pembangkit minihidro di area Grya Upa Tondi, Batangtoru. (foto: dudi rahman/DE)
Petani di Desa Sipenggeng, Batangtoru sedang menyiangi sawah (foto: dudi rahman/dunia-energi)
Menurut Risna Resnawaty, pakar CSR yang juga Ketua Progam Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad, keberadaan Tambang Emas Martabe memberikan perubahan bagi masyarakat Batangtoru. Banyak dampak berganda (multilier effect) keberadaan tambang tersebut. Selain penerimaan negara, kesejahteraan masyarakat di sekitar tambang khususnya juga ikut meningkat berkat beragam program pemberdayaan.
“Pengelola Tambang Martabe tampaknya fokus comdev-nya bagi petani, kendati ada sektor lain yang masuk dalam pendampingan. Ini harus terus dilanjutkan dan bagus jadi percontohan bagi perusahaan lain,” ujar Risna.
Pramana Triwahjudi mengatakan dalam pemberdayaan masyarakat sekitar tambang, pengelola Tambang Emas Martabe membuat berbagai program unggulan pertanian berdasarkan komposisi mata pencaharian masyarakat lingkar tambang yang didominasi petani. Dari total hampir 24 ribu penduduk di dua kecamatan lingkar tambang, Batangtoru dan Muara Batangtoru, hampir 80% adalah petani. Sisanya pedagang dan sektor jasa. “Kami berharap keberadaan Tambang Emas Martabe membuat petani Batangtoru menjadi pede,” ujarnya. (dudi rahman)
Komentar Terbaru