JAKARTA – Kekayaan alam Indonesia ternyata benar- benar bisa diandalkan untuk menunjang kehidupan masa depan. Setelah nikel yang kini banyak diburu sebagai bahan baku utama industri kendaraan listrik untuk masa depan, ada satu lagi mineral yang diyakini akan menjadi “nikel” berikutnya, yaitu pasir silika atau pasir kuarsa.
Xinyi Solar Energy Holding Co., Ltd perusahaan raksasa China yang bergerak dalam penyediaan panel Pembangkit Listrik Tenaga Solar (PLTS) bahkan sudah menyatakan minatnya untuk menggarap potensi pasir silika besar – besaran di Indonesia. Bangka belitung kembali menjadi wilayah prospektif karena menyimpan cadangan pasir silika cukup besar.
Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan sudah ada beberapa perusahaan yang menyatakan minatnya untuk mengembangkan pasir silika yang merupakan bahan baku utama untuk membuat panel PLTS.
“Banyak dibicarakan pasir silika ini banyak perusahaan ajukan minat tambang pasit silika. Arahnya ke pembuatan panel surya. Ini dapat kita lihat sebagai salah satu kontribusi Indonesia dalam transisi energi,” kata Ridwan dalam konferensi pers, Selasa (31/1).
Menurut Ridwan dari banyak perusahaan yang berminat Xinyi jadi salah satu yang paling serius. “Xinyi, dari cina perusahaan sudah ketemu satu kali datang dua kali, sudah melihat lokasi hitung-hitung juga dan aman kembali lagi nanti setelah tgl 6 Februari intinya kita jangan sampai ketinggalan di dengan lain, mereka kemarin ke Malaysia dan 18 bulan dibangun produknya sudah keluar. Kalau kita apa bisa selesai urus amdalnya waktu segitu,” jelas Ridwan.
Xinyi kata dia sudah siap gelontorkan investasi jumbo demi bisa mendapatkan kepastiannnya pasokan pasir silika untuk kembangkan bisnis solar panel. “Mereka pemasok 40% dari panel surya global rencana investasi sekitar US$3 miliar,” ujar Ridwan.
Dalam data Kementerian ESDM jumlah sumber daya pasir silika memang terbilang cukup besar yakni mencapai 25 miliar ton dengam total cadangan yang siap diproduksi mencapai 331 juta ton. (RI)
Komentar Terbaru