BAKU – PT Pertamina (Persero) kembali menunjukkan peran aktifnya dalam mendukung langkah-langkah nyata pemerintah Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam ajang COP 29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, dari tanggal 11 hingga 22 November 2024, Pertamina berpartisipasi dalam forum yang menyoroti isu-isu perubahan iklim dan transisi energi. Pertamina mempertegas posisinya sebagai perusahaan energi terdepan di Indonesia yang berkomitmen terhadap keberlanjutan.
Ketua Delegasi Indonesia dalam COP 29, Hashim Dojohadikusumo menjelaskan Indonesia menekankan komitmen tegas dalam mitigasi perubahan iklim. Hal ini tercermin dari serangkaian program dan proyek yang dijalankan oleh pemerintah beserta BUMN dalam mengakselerasi target NZE.
“Kami memiliki potensi besar untuk penyimpanan karbon dan sedang menjalankan program reforestasi untuk memperbaiki hutan yang rusak. Ini adalah inisiatif jangka panjang yang didukung oleh berbagai pihak, termasuk mitra internasional, untuk menciptakan lingkungan yang harmonis antara manusia dan alam,” ungkap Hashim (11/11).
Upaya Indonesia ini tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi antar berbagai pihak perlu terus dilakukan dan diperkuat. Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya kerjasama global dalam mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan.
“Melalui kolaborasi antara negara, sektor, dan komunitas, kita dapat mencapai ambisi untuk mengatasi perubahan iklim. Kami berharap ruang ini menjadi tempat bagi dialog dan aksi nyata dalam menemukan solusi iklim yang berkelanjutan.” kata Faisol.
Indonesia juga memiliki banyak hutan untuk bisa menjadi kantung penyimpanan karbon. Kerjasama semua pihak dalam menjaga hutan menjadi hal yang mutlak untuk bisa membuat bumi lebih baik kedepan.
“Perlindungan hutan dan kolaborasi lintas sektor adalah tanggung jawab bersama yang harus kita jalankan. Dengan keterlibatan semua pihak, kita dapat memastikan keberlanjutan sumber daya alam Indonesia sebagai warisan bagi generasi mendatang,” tegas Raja Juli Anthoni, Menteri Kehutanan.
Fadjar Djoko Santoso, VP Corporate Communication Pertamina, menjelaskan Pertamina berupaya memperkuat posisi Indonesia dalam aksi global menghadapi perubahan iklim. Kegiatan ini sejalan dengan peta jalan energi bersih Pertamina, yang terus mendorong langkah-langkah inovatif demi masa depan energi yang lebih berkelanjutan.
“Kami ingin menjadi pionir dalam transisi energi, berkontribusi nyata dalam upaya keberlanjutan, dan menjadi katalisator bagi Indonesia dalam mencapai masa depan energi yang lebih hijau. Melalui berbagai forum dan kolaborasi ini, kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk memimpin di panggung global dalam mitigasi perubahan iklim.” jelas Fadjar.
Upaya Pertamina salah satunya adalah, komitmen Zero Routine Flaring (ZRF) sebagai upaya konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sejalan dengan Perjanjian Paris dan Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia, ZRF menjadi inisiatif penting yang menampilkan kontribusi nyata Pertamina dalam mengurangi emisi metana serta mendukung target global dalam menekan emisi karbon.
Selain itu, Pertamina juga memfokuskan inisiatifnya pada pengembangan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel – SAF). Upaya ini merupakan bagian dari upaya ekonomi sirkular yang tidak hanya mendukung keberlanjutan, tetapi juga mengatasi tantangan regulasi, teknologi, dan finansial dalam memproduksi bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan.
Isu pengurangan emisi metana juga menjadi perhatian utama Pertamina dalam konferensi ini. Sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap emisi metana, Pertamina menjalin kolaborasi dengan pemangku kepentingan dari sejumlah negara dan pelaku industri global. Melalui strategi pengurangan emisi sebesar 30% dari level tahun 2021 sesuai Global Methane Pledge, Pertamina terus mengeksplorasi peluang untuk menghadirkan inovasi yang efektif dalam mitigasi emisi metana.
“Seluruh upaya tersebut dilakukan Pertamina dalam upaya mendukung dan mencapai visi misi Asta Cita pemerintah Indonesia baik dari sisi swasembada energi dan ekonomi hijau,” ungkap Fadjar. (RI)
yang paling mendesak dan kritis, adalah integrasi supply system energi EBT (sel surya, tenaga air, panas bumi, nuklir) dan energi fosil (batubara, gas, bensin, solar, dsb)….sia sia bicara transisi energi kalau integrasi keduanya tidak dijalankan dengan benar…integrasi harus dilakukan dalam setiap langkah, termasuk proyek pipa transmisi gas.