KUTAI KARTANEGARA – PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS), salah satu anak Perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Regional Kalimantan Subholding Upstream Pertamina, komitmen untuk terus melakukan pengembangan lapangan-lapangan migas guna menemukan sumber daya baru dan menambah cadangan yang penting bagi tercapainya ketahanan energi nasional. Temuan cadangan dan sumber daya migas baru turut menyokong pencapaian target Pemerintah dalam menuju produksi minyak 1 juta barel per hari dan produksi gas 12 BSCFD pada tahun 2030
Pertamina Hulu Sanga Sanga mencatatkan kinerja baik selama tahun 2023 dengan pencapaian produksi diatas 100% dari target produksi WP&B yang dibebankan baik produksi minyak bumi/kondensat maupun gas bumi.
“Produksi hingga September 2024, gas 93.953 MMscfd, liquid 10.924 Bpd. Kontribusi berasal dari field Semberah 32.3 MMsfcd/2.448 Bpd, Badak 6.8 MMscfd/559 Bpd, Nilam 10 MMscfd/637 Bpd, dan Mutiara 19.2 MMscfd/6.959 Bpd. Total sumur 1.183,” ungkap Arif Budiman, Section Head Northern Area Operations PHSS, saat dijumpai di kantor PHSS, Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, (2/10/2024).
Pada 20 Maret 2023 PHSS telah melaksanakan tajak pengeboran eksplorasi pada Sumur Eksplorasi Polaris D-1X, yang merupakan pintu masuk (play opener) untuk area di wilayah kerja PHSS dan memiliki target reservoir yang lebih dalam dibandingkan di lapangan yang telah berproduksi di sekitar wilayah tersebut.
Sumur eksplorasi Polaris D-1X merupakan satu dari 4 sumur eksplorasi Komitmen Pasti di area Sangasanga. Adapun sumur komitmen pasti lainnya yaitu Sumur Phoenix North-1 ST, Sumur Helios D-1, dan Sumur Draco B-1X.
Program pengeboran eksplorasi ini, mengusung strategi borderless, seperti yang telah diaplikasikan sebelumnya pada sumur eksplorasi Helios D1 yang merupakan irisan wilayah kerja PT Pertamina EP (PEP) dan wilayah kerja PHSS. Menggunakan rig Elnusa Modular Rig 01 (EMR-01), PT Elnusa Tbk mengerjakan pengeboran sumur eksplorasi Helios D-1 (HLX D-1) dan berhasil menemukan kandungan hidrokarbon baru di Wilayah Kerja (WK) Sanga Sanga yang berada di Desa Jawa, Kecamatan Sanga Sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Strategi borderless telah menjalin kolaborasi antar Pertamina Grup, yang meliputi PHI, PHSS, PT Pertamina EP (PEP) Asset 5, Pertamina Subholding Upstream Pertamina dan PT Elnusa Tbk. Kolaborasi antar Pertamina Grup ini menjadi pembuka (play opener) dalam menemukan sumber daya yang akan menambah cadangan migas.
PHSS tercatat sukses merampungkan 45 pengeboran sumur pengembangan sepanjang tahun 2023. Selesainya program pemboran tahun lalu ditandai dengan pemboran sumur Pamaguan 78 yang sudah mulai ditajak sejak 22 Desember 2023 . Sumur ini dibor dengan menggunakan Rig BKY-04 yang memiliki kapasitas 1000 HP dengan target kedalaman 5495 ft dan ditagetkan selesei dalam waktu 15 hari yang nantinya diharapkan mampu memberikan tambahan produksi migas sebesar 2.5 MMSCFD dan 250 BOPD.
Sumur Pamaguan 78 adalah satu dari 15 sumur yang diselesaikan empat kontraktor besar dalam periode bulan desember 2023 lalu. KKKS beserta distribusi jumlah sumur yang ditajak terdiri atas PHR 8 sumur, PEP 3 sumur, PHM 2 sumur, Pertamina (Mitra KSO) 1 sumur dan PHSS 1 sumur.
Sinergi Inovasi Sosial
PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) merupakan anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) yang menjalankan pengelolaan operasi dan bisnis hulu migas sesuai prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) di Wilayah Kerja Sanga Sanga di Kalimantan Timur. Melalui kerja sama dengan SKK Migas, PHSS bersama anak perusahaan dan afiliasi PHI lainnya menjalankan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang inovatif di bidang Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, Infrastruktur dan Tanggap Bencana guna mendukung pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Melalui program CSR Balanipa, Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) mendukung inovasi pemanfaatan limbah tali kapal di Muara Badak. PHSS berkaborasi dengan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Balanipa mengembangkan teknologi Balanipa Rope Technology (Barotech) di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Barotech merupakan alat pemintal tali bekas kapal yang berhasil meningkatkan efisiensi dan produktivitas KUBE Balanipa.
Barotech diklaim mampu menghemat waktu produksi, dari sebelumnya 30 menit per roll tali menjadi hanya 10 menit. Dengan demikian, kelompok dapat memproduksi hingga 25 rol tali per hari, meningkat dari sebelumnya hanya 6 rol tali. Barotech telah mendapatkan paten sederhana dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nomor IDS000006015. Program ini terbukti memberikan dampak signifikan pada ekonomi masyarakat.
Head of Communication Relations & CID Zona 9, Elis Fauziyah, menyebut program ini memberikan manfaat besar bagi usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mempraktikkan ekonomi sirkular. “Potensi dari usaha UMKM yang menerapkan konsep ekonomi sirkular ini sangat baik, karena mampu menghasilkan omzet yang besar. Selain itu, usaha ini juga melibatkan warga sekitar dan memberdayakan kaum perempuan di dalamnya,” ujar Elis, di Sela kunjungan ke lokasi KUBE Balanipa, di Muara Badak, (2/10/2024).
Elis mengungkapkan dari segi ekonomi KUBE Balanipa mampu meraih omset hingga Rp217.500.000 per bulan. Penjualan tali rumpon sangat diminati, sehingga kelompok ini berhasil menjual 750 roll tali dengan harga Rp290.000 per roll. Dampaknya, pendapatan anggota kelompok bisa mencapai Rp2.000.000 per bulan. Selain itu, nelayan yang menggunakan tali tersebut juga mendapat manfaat, dengan penghematan hingga Rp1.000.000 per roll tali dibandingkan harus membeli tali baru.
Berawal dari kondisi di perairan Muara Badak yang berbatasan langsung dengan selat makasar, lokasi yang strategis bagi lalu lintas kapal dan menjadi sumber daya perikanan yang penting. Namun lalu lintas kapal besar membawa dampak negatif berupa sampah laut, salah satunya adalah limbah tali bekas kapal hingga 180 ton per tahun.
Perusahaan melihat kondisi ini sebagai tantangan dan menyadari bahwa tali tersebut dapat diolah kembali menjadi tali rumpon, yang biasa digunakan oleh nelayan. Dengan kombinasi bahan baku seperti nylon, sutera, dan semi-sutera, tali rumpon yang dihasilkan lebih kuat serta lebih murah dibandingkan produk serupa di pasaran. Tali ini juga dapat diolah menjadi produk turunan lainnya, seperti tempat sampah, aksesoris, wall mirror, dan stools ecobrick, yang memiliki nilai tambah dan mendukung upaya pengurangan limbah.
Pada September 2023, terungkap bahwa Desa Badak Baru, Kecamatan Muara Badak, memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, dengan 53 perempuan di desa tersebut tidak memiliki pekerjaan. Menanggapi hal ini, pada tahun 2020, PHSS meluncurkan inisiatif pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan yang mayoritas perempuan, melalui program KUBE Balanipa yang memanfaatkan tali bekas kapal. Program ini bertujuan untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat yang inklusif, melibatkan kelompok lansia, kelompok rentan, dan mendukung kesetaraan gender yang melibatkan banyak wanita di wilayah operasinya secara kolaboratif, inovatif, dan berkelanjutan.
“Awalnya program ini dimulai dari kelompok kecil, tetapi masalah keamanan dan kualitas produk menjadi tantangan yang perlu dikelola dengan baik. Disitulah, PHSS terlibat langsung untuk membantu mengatasinya,” jelas Manager PHSS Field Widhiarto Imam Subarkah.
Dari aspek kesejahteraan, 14 anggota kelompok telah memperoleh peningkatan kemampuan dalam pencegahan kebakaran. Selain itu, pelatihan pemanfaatan tali bekas untuk dijadikan kerajinan telah diberikan kepada 18 penerima manfaat, sementara 20 anggota kelompok lainnya telah mendapat pelatihan dalam penggunaan teknologi Barotech.
Program ini didukung local hero Sahabuddin, yang turut menekankan pentingnya menjaga lingkungan dari pencemaran laut akibat limbah. “Kita harus memastikan limbah tali kapal ini tidak dibuang ke laut. Kami bahkan sudah berhasil mereplikasi program ini hingga ke Sulawesi Barat,” kata Sahabuddin, yang aktif dalam inisiatif tersebut.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kutai Kartanegara Arianto menyampaikan dukungannya terhadap program ini. “Program Balanipa adalah yang pertama dan satu-satunya inisiatif pemanfaatan tali bekas kapal menjadi rumpon di Kabupaten Kutai Kartanegara,” ujarnya.
Arianto mengatakan program ini dapat membantu mengurangi kemiskinan melalui dampak langsung yang dirasakan oleh anggota kelompok.
Dengan adanya kolaborasi antara masyarakat, UMKM, PHSS serta Pemerintah, program Balanipa diharapkan terus berkembang, memberikan dampak positif bagi pelestarian lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat secara berkelanjutan melalui kemampuan pemasaran serta teknologi hingga mencapai kemandirian.(RA)
Mantap!