JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjalankan berbagai upaya untuk menjaga produksi minyak dan gas bumi (migas), meski tengah dihadapkan dengan berbagai tantangan operasi produksi.
Dadan Kusdiana, Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, menjelaskan bahwa saat ini terdapat berbagai peluang peningkatan produksi minyak bumi. Pertama adalah peningkatan produksi minyak bumi dari lapangan lepas pantai Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, dengan total potensi awal lebih dari 1 miliar barel minyak.
“Kementerian ESDM melalui Ditjen Migas sudah menyetujui pelaksanaan Joint Study Area Buton kepada Pertamina, Petrochina, dan Petronas. Upaya yang kita lakukan saat ini adalah mempercepat penyelesaian Joint Study, supaya nantinya area tersebut bisa segera dilakukan direct offer dan dikembangkan,” ujar Dadan di Jakarta, Senin (22/7).
Upaya yang kedua adalah peningkatan recovery factor, bermitra dengan Perusahaan Migas dari China. Dadan mengatakan, setelah kunjungan kerja Menteri ESDM Arifin Tasrif ke China, banyak perusahaan Migas China, yang kemudian berdatangan untuk upaya peningkatan Recovery Factor, seperti CNPC, CNOOC dan Sinopec.
“Contohnya Sinopec, mereka menurunkan team specialist. Dari 16 area yg ditawarkan Pertamina Hulu Energi (PHE), sudah dipilih lima area, yaitu Rantau, Tanjung, Pamusian, Jirak dan Zulu,” jelasnya.
Sementara, dari sisi kebijakan, teranyar, Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM tentang Pedoman Pengembalian Bagian Wilayah Kerja Potensial yang Tidak Diusahakan Dalam Rangka Optimalisasi Produksi Migas. Salah satu yang diatur dari regulasi ini adalah kewajiban Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas untuk segera mengusahakan Bagian Wilayah Kerja migas potensial yang tidak diusahakan (idle) atau mengembalikannya.
“Terhadap bagian Wilayah Kerja (WK) Migas yang potensial namun idle, perlu dilakukan upaya, tidak bisa terus didiamkan. Saat ini sedang diinventarisasi dan segera diambil upaya optimalisasi. Setidaknya ada 4 upaya optimalisasi yang nantinya dapat dilakukan,” ungkap Ariana Soemanto, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas.
Kriteria Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle tersebut antara lain terdapat lapangan produksi yang selama 2 tahun berturut-turut tidak diproduksikan, atau terdapat lapangan dengan Plan of Development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama 2 tahun berturut-turut. Selain itu juga apabila terdapat struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama 3 tahun berturut-turut.
Terhadap WK Migas yang idle tersebut, pertama, KKKS diminta segera mengerjakan Bagian WK potensial tersebut agar tidak didiamkan. Kedua, KKKS mengerjakan Bagian WK potensial yang idle tersebut melalui kerja sama dengan Badan Usaha lain untuk penerapan teknologi tertentu secara kelaziman bisnis. Ketiga, KKKS mengusulkan Bagian WK potensial yang idle tersebut untuk dikelola lebih lanjut oleh KKKS lain sesuai ketentuan peraturan perundangan.
“Dan yang keempat, KKKS melakukan pengembalian Bagian WK potensial yang idle tersebut kepada Menteri ESDM, dengan mempertimbangkan kewajiban pasca operasi, kewajiban pengembalian data hulu migas, dan kewajiban lainnya, untuk selanjutnya ditetapkan dan ditawarkan menjadi WK baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan,” ujar Ariana.
Adapun keempat upaya-upaya tersebut sesuai evaluasi, rencana dan tata waktu yang direkomendasikan oleh SKK Migas atau Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Sebelumnya juga disampaikan, setidaknya terdapat tiga kebijakan besar yang membuat subsektor migas menjadi lebih menarik dalam tiga tahun terakhir. Pertama, kebijakan perbaikan ketentuan lelang dan kontrak blok migas. Ini mencakup antara lain split kontraktor bisa mencapai 50 persen, signature bonus minimum, lelang penawaran langsung blok migas tanpa joint study, bank garansi lebih murah, dan jenis kontrak bisa gross split maupun cost recovery.
Kedua, kebijakan privilege eksplorasi. Kontraktor dapat memindahkan komitmen kegiatan eksplorasi ke wilayah terbuka di luar blok yang dikerjakan. “Selain itu, perpanjangan jangka waktu eksplorasi menjadi 10 tahun, dan tambahan waktu eksplorasi lebih dari 10 tahun. Jika kebijakan ini tidak ada, maka discovery gas North Ganal mungkin tidak terjadi,” jelas Ariana.
Ketiga, kebijakan insentif hulu migas Keputusan Menteri ESDM Nomor 199 Tahun 2021. Kebijakan ini untuk memperbaiki keekonomian kontraktor di tengah jalan, melalui perbaikan split kontraktor, investment credit, perhitungan depresiasi dipercepat dan perbaikan parameter yang mempengaruhi keekonomian lainnya. (RI)
Komentar Terbaru