JAKARTA – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mengharuskan pemerintah konsisten untuk terus memaksimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang ekonomis. Saat ini pemerintah terus menambah kapasitas pembangkit listrik EBT sehingga dapat meningkatkan distribusi guna meningkatkan rasio elektrifikasi dan pemerataan serta keterjangkauan energi.
“Tantangan Pertamina yang ingin menjadi perusahaan energi kelas dunia pada 2025, bukan hanya dari persoalan migas (minyak dan gas) tapi juga energi terbarukan,” kata Elia Massa Manik, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Senin (4/12).
Massa mencontohkan saat berkunjung ke Jepang dan bertemu dengan pimpinan Marubeni Corp dan Mitsubishi Corp, Pertamina mengungkapkan keinginannya agar Marubeni dapat membagi pengetahuan terkait pengembangan pemanfaatan energi matahari sebagai EBT.
“EBT cukup konsisten dikembangkan oleh pemerintah Jepang. Program solar cell cukup intensif. Kita harus realize hal ini,” kata dia.
Pertamina pada pertengahan 2016 telah menggandeng tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT LEN Industri, PT Energi Management Indonesia dan PT Sarana Multi Infrastruktur, dalam pengembangan energi baru terbarukan, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pengembangan EBT akan menggunakan lahan-lahan yang belum termanfaatkan milik Pertamina dan BUMN lainnya.
Kerja sama Pertamina dengan tiga BUMN lainnya sejalan dengan pemenuhan target pemerintah dalam program 35 Gigawatt (GW) hingga 2019, yang diharapkan 25%-nya atau setara 8,8 GW akan disuplai dari sumber energi terbarukan. Khusus untuk pembangkit listrik tenaga surya, pemerintah telah menargetkan kapasitas terpasang mencapai 5 GW atau 5.000 megawatt (MW) pada 2020. Pertamina berkomitmen untuk ikut membangun PLTS sebesar 1.000 MW.
Menurut Massa, saat ini konsumsi energi primer di Indonesia masih di dominasi sumber energi hidrokarbon (minyak, gas, batu bara). Kapasitas pembangkit listrik EBT di Indonesia perlu difasilitasi dengan pengembangan teknologi dan dukungan kebijakan yang konsisten dari pemerintah, seperti insentif.
Pengembangan teknologi EBT yang tepat seperti biofuel, solar PV, dan lainnya berpotensi menjadi alternatif pengganti energi hidrokarbon. Selain itu, masih perlu memperhatikan kontribusi pembangkit listrik EBT masa depan karena tergantung pada pengembangan kendaraan listrik, pertumbuhan sektor manufaktur, pengembangan teknologi di bidang transportasi dan komersial.
“Kecenderungan arah player ke depan, akan join dibidang energi. Akan terjadi oligopoli. Energi storage sebagai pendukung EBT, adalah tahap awal untuk melakukan aliansi strategis dan beralih menjadi pemain utama,” kata Massa.(RA)
Komentar Terbaru