JAKARTA – Kerja sama penyediaan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PT PLN (Persero) telah dilakukan melalui pemanfaatan aset Perum Perhutani dan PTPN III (Persero) untuk mengembangkan hutan tanaman energi sebaga sumber pasokan biomassa. Nota Kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) berlaku sejak 22 Januari 2021 sampai dengan 21 Januari 2022 dan dapat diperpanjang atas kesepakatan para pihak.
Perhutani tercatat memiliki sumber daya kawasan hutan di Jawa seluas 2,4 juta hektare dan luar Jawa 1,3 juta hektare yang dapat dikembangkan menjadi HTE dan potensi produksi biomassa, baik wood pellet maupun wood chip.
PTPN III akan menyiapkan lahan tidak produktif untuk dimanfaatkan bagi pembangunan HTE, yang selanjutnya dapat mendukung industri biomassa untuk cofiring yang akan dibangun oleh Perhutani.
PLN sebagai pemilik PLTU yang melaksanakan cofiring akan memanfaatkan potensi biomassa berbasis hutan tanaman energi dan sumber lainnya yang bersumber dari limbah tebangan, limbah industri dan limbah replanting di kawasan milik Perhutani dan PTPN III.
Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, mengatakan upaya kerja sama PLN dengan Perum Perhutani dan PTPN III merupakan jalan keluar jangka pendek untuk meningkatkan bauran energi sesuai target Kebijakan Energi Naisonal (KEN) 23% pada 2025.
“Kerja sama ini tentu harus ditindaklanjuti dengan program jangka panjang agar penurunan emisi yang dapat dihasilkan dari masuknya biomasa melalui prgram penggantian batu bara dengan biomasa (co-firing) secara bertahap dapat berlanjut untuk masa waktu yang lama,” ujar Surya Darma, kepada Dunia Energi, Rabu (10/2).
Surya Darma mengatakan, PLN melalui anak usahanya PT PJB akan memasukkan program co-firing untuk beberapa PLTU terutama yang sudah berumur lebih tua.
Pemanfaatan biomassa untuk substitusi batu bara pada PLTU merupakan upaya yang mudah, cepat dan murah dibandingkan dengan membangun PLT biomassa. Apalagi di masa pandemi Covid-19, di mana demand penggunaan energi turun dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas, maka upaya substitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang tepat untuk mendorong pemanfaatan EBT tanpa membebani PLN dan juga pemerintah dengan subsidi.
Selain mendukung kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, program cofiring biomasa khususnya yang berbasis sampah dan limbah juga berdampak positif kepada pengembangan ekonomi kerakyatan yang produktif (circullar economy), dapat membuka lapangan kerja, dan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, di mana sektor energi juga diharapkan dapat berkontribusi besar dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca.
PLN dan anak perusahaannya yang telah menginisiasi program cofiring sejak 2018 dan memulai uji coba pada PLTU eksisting pada tahun 2019 dengan menggunakan biomasa baik yang berbasis sampah, limbah maupun biomasa yang berasal dari tanaman energi.
Berdasarkan hasil pengujian di 29 PLTU dan implementasi komersial yang dilaksanakan oleh 6 PLTU milik PLN dan anak perusahaannya, jenis biomassa yang dapat digunakan cukup variatif dengan mengutamakan potensi setempat. Dari 6 PLTU yang telah melakukan Go Live Komersial, PLTU Paiton 9, PLTU Pacitan, dan PLTU Suralaya berhasil Go Live Komersial dengan sawdust, PLTU Jeranjang melakukan cofiring dengan SRF dan sekam padi, dan PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau memanfaatkan cangkang sawit.
Hingga saat ini, rata-rata cofiring yang dilakukan di PLTU yang telah Go Live Komersial berkisar antara 1-3% dengan kontrak pengadaan biomassa jangka pendek. Persentase tersebut masih lebih rendah dibandingkan target yang diharapkan. Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan, kesiapan industri pengolahan biomassa, harga keekonomian biomasa masih masih menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan cofiring secara umum.
“Kami berharap tentunya nanti setelah berakhir perjanjian co-firing tersebut, akan diikuti dengan penggunaan PLTBm (Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa) yang lebih permanen untuk beberapa tempat sambil melakukan koordinasi dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang sedang menyiapkan lahan untuk hutan tanaman energi,” tandas Surya Darma.(RA)
Adapun ruang lingkup kerja sama 3 BUMN dalam penyediaan biomassa untuk PLTU batubara yaitu:
1. Melakukan Kajian Bersama terkait dengan ketersediaan bahan baku, analisis rantai pasok yang efisien dan sustain, bentuk kerja sama penyediaan biomassa, analisis finansial dan keekonomian termasuk harga biomassa, analisis risiko dan mitigasi usaha serta rencana implementasi kerjasama pengadaan pasokan bahan bakar biomassa untuk PLTU batubara.
2. Pembentukan Tim Kerja antara Perum Perhutani, PTPN III (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk melakukan Kajian Bersama dan dapat melibatkan anak perusahaan.
3. Tim Kerja dapat menggunakan konsultan independen di dalam melakukan Kajian Bersama.
Komentar Terbaru