JAKARTA– Pengembangan hilirisasi tambang diperlukan keterlibatan pemerintah dalam pengembangan industri manufaktur berbasis mineral. Dengan demikan, proses industrialisasi akan dapat berjalan dengan lebih baik serta memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi negara.

“Fasilitas peleburan dan pemurnian logam hanyalah pemungkin atau enabler ke arah industrialisasi,” ujar Rachmat Makkasau, Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara saat berbicara dalam Seminar “Outlook dan Challenges: 10 tahun Hilirisasi Industri Mineral dan Batubara Indonesia” yang diselenggarakan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) di Jakarta, Jumat (3/5).

Rachmat mengatakan ada banyak tantangan yang harus dihadapi pelaku sektor pertambangan dalam melaksanakan program peleburan dan pemurnian. Dia mencontohkan kebutuhan investasi yang besar, penyiapan lokasi dan infrastruktur pendukung, termasuk produk sampingan dikarenakan keekonomian proyek yang marginal. “Hal ini memerlukan peran besar pemerintah untuk terus bersinergi dengan para pelaku usaha termasuk memberikan keringanan pajak terkait pembangunan dan operasinya,” ujarnya.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (UU Minerba) secara eksplisit memberikan kebijakan kepada pemerintah untuk mengendalikan ekspor bahan tambang mentah dengan memproses hingga mendapatkan nilai tambah di dalam negeri secara optimal melaiui hilirisasi industri.

Pembangunan sektor industri diarahkan menuju hilirisasi dengan alasan, hilirisasi industri adalah merupakan strategi yang tepat untuk negara-negara yang mempunyai sumber daya alam, sumber mineral dan sumber energi yang berlimpah dan dapat menggunakan bahan-bahan yang dihasilkan oleh sektor ini sebagai input bagi proses industrialisasi.

Kementerian Perindustrian menyatakan progam hilirisasi industri secara substansial menumbuhkembangkannya bukan perkara mudah. Secara material, negeri ini harus memiliki industri dasar yang kuat sebagai industri pendukung yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau penolong atau barang setengah jadi atau yang menghasilkan energi bagi keperluan industri.

Kebijakan hilirisasi tambang mineral mulai dirilis sejak 2014. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diminta menyusun cetak biru (blue print) dan peta jalan (road map) industri dan hilirisasi tambang mineral. Atas dasar road map itu, Kementerian lain bisa menyusun programnya, termasuk rencana pengembangan produk turunan. Pemerintah juga mendorong agar semua rencana investasi pabrik pemurnian (smelter) barang tambang bisa segera direalisasikan.

Amman Mineral Nusa Tenggara saat ini terus mengembangkan fasilitas pemurnian logam dan tembaga berkapasitas 1,3 juta ton konsentrat per tahun yang berlokasi di Benete, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Saat ini proses desain teknik dan rekayasa awal atau Front End Engineering Design (FEED) masih terus dilakukan oleh Outotec, Finlandia. (RA)