JAKARTA – Pemerintah belum juga mendapatkan jalan terbaik untuk “suntik mati” Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Padahal ini jadi salah satu target yang kembali dicanangkan oleh pemerintahan baru dibawah Prabowo Subianto. Asal diketahui rencana pensiun dini PLTU sudah digulirkan sejak pemerintahan Joko Widodo tapi hingga kini tidak kunjung ada kejelasan.
Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), beralasan tidak kunjungnya ditetapkan atau dieksekusi pensiun dini PLTU karena untuk itu harus melalui perencanaan yang matang.
“Terkait dengan pensiun beberapa pembangkit listrik, kita lagi exercise. Karena energi baru terbarukan itu penting bagi bangsa kita, tapi tidak mesti membebani negara kita dan masyarakat kita. Ini yang kita lagi ada exercise,” kata Bahlil ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (22/11).
Salah satu pembangkit yang rencananya bakal di pensiun dini adalah PLTU Cirebon-1 yang memiliki kapasitas 660 megawatt (MW) dan direncanakan pensiun dini pada Desember 2024, lebih cepat 7 tahun dari seharusnya berhenti beroperasi di Juli 2042.
Salah satu hal krusial yang tidak kunjung menemui titik temu adalah terkait pembiayaan untuk mematikan PLTU lebih cepat dari rencana.
“Sekarang kita lagi rapat koneksi terus dengan keuangan dan lembaga pembiayaannya. Jadi kita mau tapi jangan negara dibebankan. Karena pasti energi baru terbarukan itu harganya mahal,” ungkap maha
Menurut Bahlil posisi pemerintah Indonesia dalam transisi energi sudah jelas, Namun pemerintah juga memperhatikan kondisi ekonomi nasional dan kemampuan keuangan negara. “Sekarang kita lagi rapat koneksi terus dengan keuangan dan lembaga pembiayaannya. Jadi kita mau tapi jangan negara dibebankan. Karena pasti energi baru terbarukan itu harganya mahal. Itu udah pasti mahal. Ini antara komitmen kita dengan dunia dan kondisi dalam negeri,” jelas Bahlil.
Komentar Terbaru