JAKARTA – Indonesia berkomitmen dan menerapkan kebijakan yang membumi dalam mengaitkan hutan dengan aksi iklim di tingkat global, nasional, dan lokal. Hal ini tercermin dalam Nationally Determined Contribution (NDC), peta jalan mitigasi dan adaptasi dan strategi Jangka Panjang untuk Perjanjian Rendah Karbon dan Kompatibel dengan Paris untuk 2050 (LTS-LCCR 2050). Dokumen-dokumen tersebut telah diserahkan ke Sekretariat UNFCCC pada Juli 2022.
“Minggu lalu kami menyerahkan Enhanced NDC Indonesia dengan meningkatkan target pengurangan emisi negara dari 29% menjadi 31,89% tanpa syarat, menggunakan sumber daya dan kemampuan sendiri, dan meningkat dari sebelumnya 41% menjadi 43,20% dengan dukungan internasional,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dalam sambutannya pada pembukaan sidang The Committee on Forestry (COFO)-26, di Roma, Italia, Senin (3/10/2022) waktu setempat.
Dalam NDC, disampaikan Menteri Siti, skenario penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan Lain (FOLU) diproyeksikan berkontribusi hampir 60% (enam puluh persen) dari total target penurunan emisi GRK. Oleh karena itu, peran sektor kehutanan memang sangat penting bagi Indonesia, yang pada gilirannya juga akan berkontribusi pada aksi iklim global.
“Indonesia juga berkomitmen untuk mengarusutamakan dan meningkatkan komplementaritas dalam mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, degradasi lahan, penurunan kesehatan laut dan laut itu sendiri, deforestasi, polusi, limbah, dan kerawanan pangan, serta keamanan, ketersediaan, dan aksesibilitas air,” ujar Siti.
Siti menyatakan Indonesia telah mengambil langkah-langkah korektif untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan. Hal ini dirumuskan dengan menggunakan bukti ilmiah dan dilaksanakan dalam perspektif politik negara.
“Hasil dari langkah-langkah tersebut sekarang dirangkum dan diintegrasikan ke dalam program nasional pengurangan emisi GRK, yang disebut Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yang secara resmi digunakan sebagai rencana operasional untuk aksi iklim di kehutanan dan lainnya sektor penggunaan lahan,” ujarnya.
FOLU Net Sink 2030 Indonesia dibangun di atas kinerja pengurangan emisi yang luar biasa di lapangan. Kinerja tersebut ditentukan melalui beberapa faktor antara lain upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, moratorium permanen hutan primer dan lahan gambut, pengembangan teknik modifikasi cuaca, upaya rehabilitasi dan reboisasi, keberhasilan rehabilitasi lahan gambut, rehabilitasi dan konservasi mangrove. Kinerja tersebut juga ditentukan melalui replikasi ekosistem dan eko-riparian, pengembangan ruang hijau perkotaan, demarkasi kawasan lindung dan HCVF di dalam kawasan konsesi, upaya mengatasi fragmentasi habitat, dan upaya penguatan penegakan hukum.
“Semua langkah gabungan ini secara signifikan mengurangi deforestasi dan menjadi tingkat terendah 114 ribu hektar per tahun selama dua puluh tahun pada 2019-2020 dan 2020-2021,” ujar Siti.(RA)
Komentar Terbaru