JAKARTA – Meskipun sudah disepakati untuk dibahas di Paripurna DPR, naskah revisi UU Minerba sempat mengundang tanda tanya besar yakni terkait aturan divestasi. Dalam pembahasan akhir antara Panja revisi UU Minerba Komisi VII dan pemerintah yang dipimpin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai perwakilan pemerintah, terungkap bahwa sejak awal pembahasan ternyata pemerintah menolak adanya ketentuan divestasi secara langsung dalam UU Minerba yang baru nanti.
Arifin Tasrif, Menteri ESDM sempat menyatakan bahwa kewajiban divestasi 51% tetap akan diakomodir, hanya saja pemerintah mengusulkan tidak di dalam undang-undang melainkan akan diatur melalui peraturan turunan UU Minerba.
Pemerintah memiliki alasan tersendiri kenapa enggan menyetujui adanya frasa divestasi 51% secara langsung yang diusulkan anggota dewan pada pasal 112.
Menurut Arifin, aturan divestasi secara langsung sebesar 51% akan sangat sensitif bagi pelaku usaha dan berpotensi justru membuat investasi di tanah air ke depan justru tidak menarik.
Pemerintah kata dia akhirnya mengusulkan bahwa badan usaha pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham secara berjenjang sebesar 51% kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta nasional.
Kekhawatiran pemerintah kata Arifin, salah satunya pada pengembangan batu bara ke depannya. Pemerintah sudah berkomitmen untuk menjadikan batu bara tidak lagi menjadi komoditi yang sekali pakai melainkan harus melalui proses pengoahan lebih lanjut atau hilirisasi. Ini tidak lepas dari perkembangan energi dunia yang dalam waktu dekat tidak lagi memerlukan batu bara sebagai bahan baku utama energi listrik.
Ini bisa dilihat dari tidak adanya lagi lembaga perbankan yang mau mendanai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang bahan baku utamanya adalah batu bara.
“Ini untuk menarik investasi dalam negeri, batu bara kedepannya akan mengalami tantangan yang sangat berat, kenapa? Tak ada lagi lembaga pendanaan yang mau biayai power plant, kami siasati hilirisasi ke sintensis gas untuk pupuk, petrochemical dan lainnya,” kata Arifin disela rapat dengan Komisi VII DPR, Senin (11/5).
Menurut Arifin, hilirisasi dengan konsep seperti itu sudah dilakukan China dengan konsumsi bisa mencapai 800 juta ton per tahun batu bara untuk menghasilkan produk petrochemical.
Arifin menyebut rata-kata 51% secara langsung akan membuat para pelaku usaha enggan berinvestasi di Indonesia karena dengan aturan tersebut maka bisa berpengaruh terhadap keekonomian proyek atau bahkan blok tambang itu sendiri. Apalagi hilirisasi membutuhkan dana besar. Para pelaku usaha khawatir ketika dana besar digelontorkan untuk hilirisasi tapi di tengah jalan, mereka harus menyerahkan 51% sahamnya ke pemerintah tanpa menikmati produksi dan berbagai proses melelahkan yang telah dilalui sebelumnya.
“Kalau divestasi 51% secara langsung, untuk hilirisasi jauh lebih besar dari power plant sehingga kami inginkan berjenjang,” ujar Arifin.
Lebih lanjut waktu berjenjang artinya bertahap waktu dan kemampuan pemerintah atau badan usaha membeli saham, sesuai situasi dan kondisi saat itu.
Namun demikian, tak ada pengaturan waktu atau berapa lama divestasi 51% berjenjang ini dilakukan. Pasalnya, tak bisa mematok berapa lama waktu bisa dilakukan divestasi sebesar 51%.
“Saya enggak bisa bayangkan berapa lamanya. Kita harus realistis, orang investasi baru akan lihat return kapan, nilai keekonomian pada berapa, IRR (Internal rate of return) cepat atau lambat, ini bisa dilihat mereka investasi akan memberikan proposal mengenai berapa yang akan diinvestasikan. Dan pada saat itu kita menyatakan Anda wajib melakukan divestasi di tahun sekian,” ungkap Arifin.
Bambang Wuryanto, Ketua Panja Revisi UU Minerba, menambahkan pemerintah meminta angka 51% divestasi ini dihilangkan dari UU. Hal itu ditolak oleh tim panja DPR RI sejak rapat pertama kali.
“Ketika dilakukan harmonisasi, pemerintah tetap meminta hal yang sama, tetap kami tolak. Pemerintah sekarang melunak, divestasi tetap 51% tetapi izin, berjenjang pemberiannya. Jadi 51% one day,” kata Bambang.(RI)
Komentar Terbaru