JAKARTA – Pemerintah berupaya untuk mempercepat transisi dari batu bara ke energi terbarukan dengan proposisi unik dari tenaga terdistribusi biomassa sebagai co-firing agent. Kedepan, pembangkit listrik tenaga biomassa dapat memainkan peran penting dalam mencapai target energi terbarukan, termasuk energi biomassa berbasis kayu.
Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), mengungkapkan kebutuhan energi biomassa berbasis kayu ditargetkan sekitar 60 juta ton per tahun, dan saat ini masih di bawah kapasitas.
“KLHK mendukung program pemanfaatan biomassa dengan mempromosikan hutan tanaman untuk pengembangan energi dan mengoptimalkan limbah kayu dari hutan dan industri kayu,” ungkapnya saat menjadi Pembicara Kunci pada Sesi Talkshow “Opsi Co-firing pada Pengurangan Emisi dan Pembangkit Listrik”, yang digelar di Paviliun Indonesia COP27 UNFCCC, di Sharm El Sheik, Mesir, Minggu (6/11) waktu setempat.
Kementerian ESDM bersama Kementerian LHK, Kementerian Keuangan, Perusahaan Listrik Negara dan Pemerintah Daerah, serta Badan Usaha Milik Negara sedang menyusun peraturan tentang pengembangan kebijakan biomassa untuk energi. Hal ini mencakup sistem insentif dan disinsentif untuk pengembangan biomassa untuk energi.
“Kami berharap regulasi tentang biomassa untuk mendukung upaya co-firing dapat segera diberikan,” ujar Agus.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Indika Nature, PT PLN (Persero) dan ITMG juga turut mendorong pemanfaatan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi. Dukungan Kemenko Marves ditegaskan oleh Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Nani Hendiarti.
Dalam paparan yang disampaikan, Deputi Nani memaparkan The Needs to Restore Degraded Lands in Indonesia While Creating Economis Opportunity. Dalam paparan ini, dipaparkan luas hutan produksi 1.3 juta ha dan sedikitnya 32 unit bisnis kehutanan merupakan potensi pemanfaatan hutan lestari yang dapat menghasilkan biomassa berbasis kayu.
Bahkan dengan skema multiusaha kehutanan, pemanfaatan hutan industri dapat lebih dioptimalkan. Tidak hanya dari pengelolaan hutan produksi, lahan-lahan tidak produktif seperti lahan ex pertambangan juga dapat diberdayakan sebagai lahan untuk pengembangan industri biomassa berbasis kayu. Begitu juga pemulihan lahan ini dapat dipercepat dengan budidaya tanaman energi seperti kaliandra, agar lahan terdegradasi tetap bisa memiliki nilai ekonomi melalui biomass berbasis kayu.
Didampingi perwakilan Indika Nature, Dominicus Wimbuh Wibowo, dan perwakilan ITMG, Ignatius Wurwanto, Deputi Nani menjawab keraguan perihal kekhawatiran pengembangan biomassa akan menambah eksploitasi hutan alam. Nani Hendiarti menegaskan pengembangan biomassa berbasis kayu akan menggunakan pemanfaatan hutan produksi dan pemanfaatan lahan yang rusak dan tidak produktif, sehingga tidak perlu melakukan alih fungsi dari hutan alam.
Dominicus Wimbuh Wibowo menegaskan Indika Nature mengembangkan biomassa berbupa wood chip dan wood pellet dari hutan produksi PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) di Kalimantan Timur dengan menanam kaliandra. Kaliandra sangat ekonomis karena cukup sekali penanaman dan dapat terus berproduksi selama 25 tahun. Ignatius Wurwanto menambahkan bahwa sebagai perusahaan pertambangan batu bara, ITMG mendorong pemanfaatan lahan terdegradasi dengan biomassa yang dapat dimanfaatkan di PLTU mandiri. Indika Nature bekerja sama dengan ITMG dalam pilot project kemitraan pengusahaan biomassa dan batu bara yang sedang digagas Kemenkomarves.
Biomassa berbasis kayu juga akan berperan dalam transisi energi phase down PLTU batubara. Karakter biomassa berbasis kayu yang bersumber dari pengelolaan hutan lestari yang carbon neutral mengurangi emisi karbon dibanding pemanfaatan energi konvensional.
Pemanfaatan biomassa secara bertahap dalam co-firing (pembakaran bersama) akan mengurangi pemanfaatan batu bara. Dengan karakter yang menyerupai batu bara, dengan didukung oleh intervensi teknologi di PLTU, biomassa berbasis kayu ditengarai mempercepat transisi energi menuju phase down coal sesuai misi COP26 Glasgow yang telah disepakati Indonesia.
Prinsip sustainability menjadi hal yang utama didalam pengembangan dan produksi biomas juga dengan mengajak local community untuk bekerja sama sehingga berimplikasi terhadap penurunan angka kebakaran hutan, alternatif pemulihan lahan ex pertambangan ilegal dan pembalakan liar.
Kemenkomarves telah melakukan kajian untuk persiapan pelaksanaan pilot project kemitraan pengusahaan biomassa dan batubara dengan mendorong pengembangan biomassa dari hutan produksi dan biomass dari reklamasi/pemulihan lahan terdegradasi. Pilot project ini sedang dipersiapkan untuk dilaksanakan di Bontang, Kalimantan Timur (ITMG dan Indika Nature) dan Tanjung Enim Sumatra Selatan (PTBA). Pilot project ini dipersiapkan agar di masa yang akan datang dapat menjadi showcase transisi energi phase down coal dengan energi terbarukan sekaligus percepatan pemulihan lahan terdegradasi menjadi kembali bernilai ekonomi.(RA)
Komentar Terbaru