JAKARTA – Pemerintah menegaskan praktik illegal drilling sangat merugikan bagi realisasi produksi dan lifting minyak nasional lantaran jumlahnya cukup besar. Untuk itu akan disusun aturan main untuk membuat minyak hasil illegal drilling tidak lagi menjadi illegal dan tercatat resmi dalam produksi nasional.
Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Dirrktur Jenderal Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan para pelaku pengeboran ilegal akan dibentuk wadah koperasi dan dikerjasamakan dengan perusahaan pencari migas atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS).
“Lagi dalam proses menata, wilayah kerjanya dimana dibuat koperasinya yang bener, usulkan ke pemerintah, bekerja sama dengan KKKS yang eksisting atau Pertamina nanti kita keluarkan izinnya. Biar legal,” kata Djoko di Jakarta, Senin (21/10).
Menurut Djoko, hasil dari illegal drilling cukup besar, sehingga kalau dimasukkan jadi produksi legal maka bisa cukup berdampak terhadap realisasi produksi dan lifting minyak nasional. Minyak yang diproduksikan dari kegiatan illegal drilling bisa mencapai 10 ribu hingga 20 ribu barel per hari (bph).
Djoko mengatakan praktik illegal drilling dilakukan oleh masyarakat awam yang tidak memperhatikan sisi keamanan dan keselamatan dalam kegiatan pengeboran minyak.
”Illegal drilling keamanannya enggak (baik) ini (rentan) kebakaran, padahal lumayan 10 ribu-20 ribu barel,” kata Djoko.
Djoko mengungkapkan, untuk menjalankan rencana tersebut pihaknya akan menggunakan payung hukum yang sudah ada, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2018 tentang pedoman pengusahaan pertambangan pada sumur tua.
”Itu peraturan menteri, pakai pengolahan sumur tua saja kan sudah ada peraturan menterinya,” ujarnya.
Salah satu KKKS yang cukup dirugikan dengan adanya praktik illegal drilling adalah Pertamina EP anak usaha PT Pertamina (Persero).
Nanang Abdul Manaf, Direktur Utama Pertamina EP, mengatakan wilayah Aset 1 Pertamina EP jadi makanan empuk para oknum melakukan illegal drilling. Meski tidak mengetahui jumlah produksi minyaknya lantaran dilakukan ilegal namun menurut Nanang jumlahnya cukup besar.
“Yang marak sekarang illegal drilling di sekitar Betung, Jambi. Secara pasti berapa produksinya, kita sulit menghitungnya, karena operasinya juga illegal. kalau rumornya ada segitu (lebih dari 5 ribuan bph) tapi sulit membuktikannya,” kata Nanang.(RI)
Komentar Terbaru