JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun strategi untuk mempercepat pengurangan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Cofiring biomassa dijadikan sebagai andalan sebagai bahan pengganti batu bara untuk PLTU.
Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), mengungkapkan upaya cofiring ini tentunya akan berdampak positif dalam pencapaian kontribusi EBT, di mana di dalam Kebijakan Energi Nasional telah ditetapkan target pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025.
“Dengan pencapaian pada 2020 kurang lebih 11%, maka PR kami untuk mencapai target tersebut masih cukup besar dan diperlukan berbagai terobosan dan inovasi untuk akselerasinya,” kata Dadan, Kamis (31/12).
Menurut Dadan, cofiring biomasa pada PLTU bukan hal baru. Banyak negara-negara di luar yang sudah berhasil meng’hijau’kan PLTUnya dengan program cofiring biomassa, bahkan hingga 100% PLTU digantikan dengan biomasa. “Ke depan kami juga akan berupaya untuk bisa mengurangi PLTU-PLTU eksisting untuk digantikan dengan pembangkit-pembangkit yang lebih bersih,” kata Dadan.
Menurut Dadan, substitusi energi merupakan upaya yang mudah, cepat dan murah. Apalagi di masa pandemi Covid, dimana permintaan atas energi menurun dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas, upaya substitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang cerdas.
Dia berharap program cofiring dilaksanakan secara berkelanjutan dan semua pihak dapat turut menyukseskan program tersebut. “Kami tidak berharap program ini hanya berjalan sebentar, persentase campuran biomassa juga harus terus ditingkatkan. Untuk itu, sisi hulu penyediaan feedstock-nya harus sama-sama kita bangun dan kita kembangkan dengan baik,” kata Dadan.
Ditjen EBTKE telah menyusun rencana aksi dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk PLN, antara lain:
1. Penyelesaian roadmap pengembangan cofiring biomassa termasuk penentuan skala prioritas klaster PLTU;
2. Membentuk tim teknis yang bertugas untuk pendampingan dan monitoring pada pelaksanaan implementasi komersial cofiring biomassa, terutama terkait pasokan bahan baku dan skema bisnis;
3. Menyusun RSNI pelet biomassa dan bahan bakar jumputan padat, diharapkan menjadi SNI pada Desember 2020;
4. Menyusun Rpermen ESDM implementasi cofiring yang ditargetkan selesai pada B03 2021; dan
5. Membangun ekosistem listrik kerakyatan dengan melibatkan BUMDes2 serta meningkatkan bekerjasama dengan KL terkait lain untuk menyukseskan program cofiring.(RI)
Komentar Terbaru