JAKARTA – Untuk mengurangi risiko kegagalan dan menekan biaya eksplorasi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyediakan data dan informasi awal cadangan energi panas bumi, melalui survei geologi, geofisika dan geokimia. Dengan tingkat akurasi yang tinggi dalam menemukan cadangan panas bumi serta rancang bangun yang tepat, produksi energi listrik yang dihasilkan diharapkan semakin ekonomis.
“Sehingga, data tersebut lebih mudah untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pengusaha,” ujar Ego Syahrial, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rabu (15/2).
Indonesia memiliki potensi sumber daya energi baru terbarukan (EBT) yang besar. Lebih dari 400 gigawatt (GW) potensi EBT tersedia namun baru dimanfaatkan sekitar 8,8 GW atau dua persen. Khusus untuk energi panas bumi, Indonesia saat ini memiliki potensi panas bumi sekitar 29,5 GW, dengan cadangan sekitar 16,5 GW. Sementara, kapasitas terpasang pada 2016 baru sebesar 1.643,5 MW atau 5,6 persen dari total potensi panas bumi.
Menurut Ego, pengembangan panas bumi memiliki dua kegiatan utama, yaitu kegiatan di bawah permukaan tanah (sub surface) dan di atas permukaan tanah (surface). Surface berhubungan dengan fasilitas lapangan uap, yang menjadi bagian dari Steamfield Above Ground System (SAGS). Fasilitas ini terbentang dari kepala sumur produksi hingga ke rumah turbin dan berakhir di sumur injeksi.
Di sisi lain, subsurface berkaitan dengan reservoir panas bumi itu sendiri. Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya.
Berbeda dengan surface, kegiatan subsurface sangat dipengaruhi oleh tingkat pemahaman atas karakter kondisi geologi, geofisika dan geokimia cadangan panas bumi. Dengan kata lain, karakterisasi dan potensi dari reservoir panas bumi perlu dilakukan evaluasi berdasarkan data dan informasi yang akurat.
“Semakin baik tingkat pemahaman tersebut, maka semakin tinggi juga derajat ketepatan rancang bangun pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP), sehingga pembangunan fasilitas pembangkit listriknya akan lebih terkontrol, efisien dan tepat waktu,” kata Ego.
Dia menekankan, dengan tingkat akurasi yang tinggi dalam menemukan cadangan panas bumi serta rancang bangun yang tepat, diharapkan produksi energi listrik yang dihasilkan juga semakin ekonomis. Hal ini berujung pada terwujudnya Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik yang semakin murah.
Menurut Ego, untuk mengurangi risiko tersebut, Badan Geologi Kementerian ESDM memiliki tugas untuk melakukan penyelidikan dan penelitian sumber daya geologi (georesources) di permukaan dan bawah permukaan. Salah satunya adalah dalam menyediakan peta potensi panas bumi di Indonesia.
Pentingnya data potensi dan cadangan panas bumi yang akurat menjadi kunci untuk mengurangi ketidakpastian dari bisnis ini. Pemerintah juga memiliki andil besar untuk meminimalisir resiko kegagalan tersebut.
Data-data tersebut, lanjut Ego, menjadi bagian data terpadu yang dikembangkan secara terintegrasi dengan data subsektor ESDM lainnya, dan dihimpun dalam sistem satu data.
Sistem satu data yang diberi nama ESDM One Map Indonesia ini memuat berbagai informasi seperti Potensi Geologi (mineral, batubara, panas bumi, bitumen padat dan Coal Bed Methane/CBM); Wilayah Izin Usaha Pertambangan; Wilayah Kerja Migas; Wilayah Kerja Panas Bumi; Data Hulu Migas (sumur, kilang, seismik 2D dan seismik 3D); Kawasan Hutan; dan Infrastruktur Ketenagalistrikan (pembangkit, gardu induk, jaringan transmisi dan jaringan distribusi).
Melalui penyajian data yang lengkap, akurat dan terintegrasi, maka investor akan semakin mudah, akurat dan efisien untuk menyusun rencana investasinya di sektor ESDM, termasuk pengembangan energi panas bumi.
“Dengan pemahaman yang baik saat melakukan pencarian cadangan panas bumi, akan dapat menghasilkan BPP yang murah. Demikian juga sebaliknya,” tandas Ego.(RA)
Komentar Terbaru