JAKARTA– Pemerintah terlalu bersikap lemah terhadap PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN terkait belum optimalnya penerapan kebijakan open access pipa gas oleh perusahaan distribusi dan transmisi gas tersebut. Padhal penerapan kebijakan open access secara maksimal akan mendorong penurunan harga gas di hilir sehingga menguntungkan bagi konsumen industri.
Sofyano Zakaria, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puspeki), meminta PGN mengimplementasikan kebijakan open access sesuai dengan regulasi yang berlaku. PGN boleh saja mengambil margin keuntungan tapi kebijakan open access yang sudah ditetapkan oleh pemerintahharus dilaksanakan.
“Pemerintah juga jangan takut kepada PGN. Apa karena sebagian saham perusahaan publik di PGN dikuasai oleh asing, pemerintah seakan lembek kepada PGN?,” kata Sofyano.
Achmad Widjaja, Ketua Koordinator Gas Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia 2010-2015, menambahkan kebijakan open access pipa gas ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2009. Dalam beleid itu dinyatakan, dalam melaksanakan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa, badan usaha wajib memakai pipa transmisi dan distribusi yang tersedia untuk dapat dimanfaatkan bersama (open access) pada ruas transmisi dan wilayah jaringan distribusi tertentu.
Berdasarkan Permen ESDM tersebut, Dirjen Migas Kementerian ESDM mengeluarkan surat perintah pada 2011 agar seluruh pipa gas harus open access. Salah satu perusahaan pemilik jaringan pipa terbesar, yaitu PGN, awalna ‘keberatan’ dan menyatakan belum siap dan memerlukan waktu, kendati belakangan akhirnya menerapkan kebijakan tersebut kendati masih belum optmal.
Menurut Widjaja, PGN belum optimal menerapkan kebijakan open access karena terbukti masih ada keengganan untuk menjalin kerja sama dengan badan usaha lain. Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi dinilai tidak mampu memaksa PGN menerapkan kebijakan open access secara maksimal. Padahal pemerintah memiliki 56% saham di PGN. “Pemerintah harus tegas pada perusahaan seperti PGN untuk melaksanakan amanat peraturan,” katanya.
Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi, mengatakan penerapan open access tak hanya berpengaruh pada efisiensi dan turunnya harga gas. Kebijakan itu hanya bisa diterapkan kalau jaringan pipa gas tersebut milik pemerintah. “Kalau masih milik badan usaha tetap akan sulit untuk menurunkan harga karena perusahaan akan mengejar keuntungan,” ujarnya.
Achmad berharap pemerintah mengubah paradigm gas sebagai komoditi menjadi sebagai penopang ekonomi. Dengan demikian, pemerintah akan berusaha menekan harga gas bagi industri sehingga industri bisa tumbuh dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. “Selama itu belum dilakukan, tidak mungkin industri kita bisa bersaing dengan negara lain karena masih terbebani dengan harga gas yang cukup tinggi,” ujarnya.
Selama 10 tahun terakhir, Pertamina telah membangun infrastruktur open access dengan menginvestasikan belanja modal (capex) tiga kali lebih besar dari PGN. Perseroan mengucurkan dana untuk mengembangkan infrastruktur liquefaction gas sebeasr US$ 2 miliar dengan kapasitas 260 MMSCFd, pipe line US$ 1,2 miliar dengan total kapasitas US$ 950 MMSCFD dan regasifikasi sekitar US$ 500 juta dengan total kapasitas terpasang hampir 500 MMSCFD.
Sementara PGN tidak memiliki infrastruktur liquefaction. Perseroan hanya memiliki pipeline sebesar 900 MMSCFD dengan investasi US$ 950 juta dan regasifikasi berkapasitas 250 MMSCFD dengan investasi US$ 250 juta.
Selama ini, pasokan gas Pertamina untuk PGN berasal dari Pertamina EP dan Pertamina Hulu Energi. Sekitar 300 MSCFD kebutuhan gas PGN dipenuhi oleh Pertamina, termasuk pasokan langsung dari lapangan yang dikelola Pertamina EP dan PHE maupun melalui penggunaan infrastruktur Pertamina. Pasokan gas eksisting untuk PGN dari Pertamina dialokasikan untuk PGN Belawan sebanyak 2 MMSCFD, PGN Pangkalan Susu 7 MMSCFD, PGN melalui SSWJ 250 MMSCFD, PGN Cirebon 5 MMSCFD, PGN Jatim West Madura Offshore 18 MMSCFD, dan PGN Medan 8 MMSCFD. (RA/DR)
Komentar Terbaru