JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Chevron Pacific Indonesia untuk menggunakan skema gross split, jika mau melanjutkan kontrak pengelolaan proyek migas laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD).

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan pemerintah telah berbicara dengan Chevron terkait perpanjangan IDD. Perpanjangan kontrak menjadi satu pembahasan secara keseluruhan dengan pembahasan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD).

Pemerintah sudah mengusulkan agar Chevron mempertimbangkan menggunakan skema gross split jika proyek IDD nanti diperpanjang.

“Eksisting cost recovery. Kedepan ini lagi dibicarakan. Kalau government (pemerintah) prefer (lebih memimilh) gross split,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Rabu malam (2/1).

Menurut Arcandra, untuk proyek IDD skema gross split masih belum merupakan suatu kewajiban. “Ini kan baru perpanjangan petama. Ini yang lagi kita evaluasi, kalau government prefer gross split untuk perpanjangan,” katanya.

Pembahasan kontrak IDD penting karena sangat berpengaruh terhadap keekonomian proyek.

Arcandra mengakui, proyek IDD tidak akan mencapai nilai keekonomian apabila kontraknya hanya sampai batas kontrak yang akan habis pada medio 2027-2028.

“Kami evaluasi secara keseluruhan keekonomiannya. Keekonomiannya tidak bisa berhenti sampai 2027-2028. Nah makanya kami juga lihat itu (perpanjangan kontrak), keekonomiannya seperti apa,” papar Arcandra.

Proyek IDD merupakan proyek prestisius karena menjadi harapan Indonesia dalam masa depan industri migas. Karena itu, proyek ini juga dikategorikan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

Proyek IDD tahap pertama, Lapangan Bangka telah berproduksi sejak Agustus 2016 dan menghasilkan delapan kargo gas alam cair (LNG) yang dikapalkan dari Terminal LNG Bontang, Kalimantan Timur. Chevron sebelumnya menargetkan gas bisa menyembur dari proyek IDD tahap kedua dengan pengembangan lapangan Gendalo dan Gehem pada periode 2023 – 2024.(RI)