JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat tunggakan piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas serta mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp14,6 triliun hingga 2018. Sebesar Rp7,6 triliun sudah tertagih, terdiri dari migas Rp4,7 triliun dan minerba Rp 2,9 triliun. Sisa piutang yang belum tertagih mencapai Rp7 triliun.
Djoko Siswanto, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan tunggakan PNBP sektor migas terdiri dari tunggakan pembayaran bonus tanda tangan, komitmen pasti (firm commitment) dan piutang lainnya.
“Total Rp9,01 triliun, terdiri dari bonus tanda tangan Rp0,7 triliun, lalu komitmen pasti Rp8,78 triliun dan piutang lainnya Rp0,15 triliun,” kata Djoko di Jakarta, Kamis (18/7).
Namun demikian sebanyak Rp4,7 triliun piutang sudah berhasi tertagih dan diserahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
Beberapa langkah telah dilakukan pemerintah untuk melakukan penagihan terhadap piutang tersebut diantaranya, pengalihan penagihan ke Panitia Urusan Piutang Negara atau KPKNL Kementerian Keuangan setelah dilakukan tiga kali penagihan.
Untuk menghindari penambahan piutang maka pemerintah mewajibkan pembayaran bonus tanda tangan sebelum kontrak kerja ditandatangani. Kemudian komitmen pasti ditagih saat kontraktor tidak dapat memenuhi komitmen dan telah mendapatkan persetujuan dari Menteri ESDM dan tidak menunggu SK terminasi.
Untuk sektor minerba total jumlah piutang mencapai Rp5,3 triliun terdiri dari iuran tetap Rp2,1 triliun, royalti Rp2,8 triliun dan piutang lainnya Rp0,3 triliun.
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, mengatakan piutang tersebut semuanya berasal dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di daerah, bukan berasal dari perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B). “Ini bisa kami pastikan bukan PKP2B, tapi dari IUP yang ada di daerah,” katanya.
Menurut Bambang, piutang sebanyak Rp 2,9 triliun yang berasal dari 2006 hingga 2017 telah ditagihkan dan diserahkan ke PUPN. Sejak 2013 mekanisme pembayaran PNBP dilakukan harus sebelum dilakukan pengapalan. Ini bertujuan untuk mengurangi potensi piutang.
Upaya lainnya adalah dengan memanfaatkan teknologi yakni melalui mekanisme e-PNBP. “Serta Sistem Informasi Penatausahaan Piutang (SIPP) untuk pengelolaan penerimaan PNBP dan piutang PNBP,” kata Bambang.(RI)
Komentar Terbaru