JAKARTA– Pemerintah harus memberikan dukungan lebih optimal kepada PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor minyak dan gas, agar perusahaan yang akan memasuki usia 58 tahun pada Kamis (10/12) ini semakin berkembang dan dalam jangka menengah dapat segera masuk ke dalam jajaran perusahaan energi berskala global. Sejauh ini dukungan tersebut belum terlihat jelas, baik dari sisi aturan maupun kebijakan yang belum sesuai harapan.
“Contohnya blok migas yang berakhir masa kontraknya selama ini tidak serta merta diserahkan ke Pertamina. Ini pun dari sisi aturan yang mengatur masih abu-abu. Padahal sudah lama dari satu dirjen migas ke dirjen migas berikutnya diminta agar perusahaan nasional yang 100% milik negara ini mendapat prioritas,” ujar Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS).
Menurut Marwan, keberpihakan kepada Pertamina menjadi penting karena jika itu dilakukan akan meningkatkan data cadangan terbukti perusahaan migas nasional. Hal ini juga yang harus diatur yakni kepemilikan cadangan terbukti nasional, siapa yang berhak memiliki cadangan terbukti nasional apakah Pertamina atau BUMN khusus.
“Sekarang sudah ada kecenderungan untuk diserahkan ke BUMN khusus pada BUMN tersebut dirancang tidak sebagai entitas bisnis. Akan lebih baik kalau itu diserahkan ke Pertamina karena akan menambah cadangan terbukti yang membuat perusahaan BUMN ini memiliki kemampuan dan lebih mudah mandapat pinjaman untuk operasional kegiatannya, termasuk mengakuisisi lapangan baru dan bisa menjadi ketahanan energi nasional,” katanya.
Jika ingin perusahaan yang 100% milik negara ini berkembang, menurut Marwan, dukungan pemerintah harus nyata. Apalagi, manajemen Pertamina sudah punya rencana jangka pendek dan menengah bahkan jangka panjang. “Sekarang tinggal dibantu untuk berkembang. Dan itu sudah dilakukan oleh banyak negara. Petronas berkembang dengan pesat karena ada dukungan yangjelas dari Pemerintah Malaysia. Mengapa pemerintah kita tidak bisa demikian,” katanya.
Dirgo W Purbo, pakar energy security dan pengajar geoekonomi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), mengatakan Pertamina sebagai garda terdepan dari sektor ketahanan energi nasional sudah tidak terbantahkan lagi. Bahkan perusahaan multinasional harusnya belajar dari Pertamina bagaimana berperan dalam memenuhi kebutuhan energi nasional dengan kondisi geografis yang luar biasa ini.
“Tidak ada perusahaan multinasional yang bisa berperan seperti Pertamina ini membeli minyak dalam dolar dan kemudian menjual dalam rupiah. Belum lagi ada kewajiban lain yakni PSO (public service obligation). Dengan demikian Pertamina bisa bertahan seperti sekarang ini sudah sangat luar biasa,” katanya.
Untuk lebih optimal lagi dalam berperan sebagai penjamin ketahanan energi nasional, menurut Dirgo, Pertamina dalam menjalankan peranya harus secara vertikal dan terintegrasi mulai dari hulu sampai ke hilir. Dan itu semua akan bergantung pada strategi perusahaan di mana yang harus dikejar adalah peningkatan proven reserve yang dimiliki perusahaan. “Ini penting karena dengan cadangan yang lebih besar tersebut perusahaan bisa mengatur produksi dan bisa memenuhi kebutuhan minyak mentah nasional,” katanya.
Dirgo berharap, jika Pertamina ini tumbuh lebih cepat lagi ada beberapa hal yang dilakukan. Pertama, harga jual minyak dari Pertamina harus masuk ke akun Pertamina. “Biarkan perusahaan yang mengatur keuangannya,” katanya.
Kedua, kalau Pertamina melakukan ekspansi dan mengelola minyak ke luar negeri sebaiknya diberikan insentif. Nantinya tidak hanya Pertamina tetapi juga perusahaan nasional sehingga nantinya banyak berminat lakukan ekspansi keluar negeri dan pasokan minyak mentah akan aman karena dipasokan oleh perusahaan perusahaan nasional yang beroperasi di luar negeri.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan perseroan siap mewujudkan kemandirian energi melalui berbagai percepatan proyek Pertamina, baik di hulu, panas bumi, energi baru dan terbarukan (EBT) serta pemasaran. “ Kami menargetkan untuk memenuhi bauran energ nasional 23% dari EBT pada 2025,” katanya.
Dengan target pengembangan 2015 – 2019 sebesar 505 megawatt, dalam 2019 total kapasitas terpasang mencapai 907 MW dengan total investasi khusus panas bumi mencapai US$ 2,5 miliar. Pertamina juga akan merealisasikan investasi hingga US$ 25 miliar untuk peningkatan produksi dan kompleksitas kilang Pertamina, produksi kilang Pertamina 2024 menjadi 2,4 Juta barel per hari, termasuk secara bertahap meningkatkan belanja modal perserroan dari US$4,4 miliar, dimana US$2 miliar direaliasikan untuk investasi di hulu pada 2015.
“Hingga kuartal III 2015, produksi naik 11% dibandingkan kuartal III 2014 yang mencapai 575 ribu barel per hari,” katanya. (DR)
Komentar Terbaru