JAKARTA – Pemerintah menegaskan arah kebijakan untuk menekan biaya-biaya semaksimal mungkin (least cost), terutama untuk listrik. Untuk itu, pelaku usaha di sektor ketenagalistrikan didorong untuk semakin efisien.
“Kami tengah melakukan beberapa terobosan untuk ketenagalistikan. Pertama kami mendorong pihak-pihak yang ingin bekerja sama di ketenagalistrikan dengan PT PLN (Persero), terutama listrik yang bersumber dari gas, untuk membangun pembangkit di mulut sumur (wellhead),” ujar Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta.
Menurut Jonan, pembangunan pembangkit di mulut sumur untuk jangka panjang akan lebih murah dalam menghasilkan listrik. Salah satu proyek pembangkit di mulut sumur akan dikembangkan ENI. Perusahaan tersebut berencana membangun pembangkit listrik gas mulut tambang offshore terbesar dan pertama di Indonesia.
Lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) offshore dengan kapasitas 400-500 megawatt (MW) tersebut direncanakan dibangun di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Floating dan berada di wilayah laut dalam. Kami mendukung itu. Jika kita membangun pembangkit di mulut sumur, akan mengurangi biaya transportasi dan biaya lainnya,” ungkap Jonan seperti dikutip laman Kementerian ESDM.
Pengaturan lebih detil tentang pembangunan PLTG di mulut sumur telah diatur dalam 2 Peraturan Menteri (Permen) ESDM. Pengaturan pembangunan PLTG ditetapkan dalam Permen ESDM Nomor 11 tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit tenaga listrik.
Dia menambahkan tidak hanya listrik yang bersumber dari gas, pemerintah juga mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di lokasi mulut tambang (mine mouth).
“Sehingga pembangkit berada di satu lokasi, satu pulau. Mengandalkan sumber daya yang ada di lokasi tersebut,” kata Jonan.
Jonan mengatakan, harga batu bara yang merupakan komoditas global sulit diprediksi. Produsen batubara di Indonesia masih rentan terkena dampak pergerakan harga batu bara karena jumlah produksinya yang masih sedikit dibanding negara lain, terutama China.
“Saat ini China memproduksi tiga triliun ton batu bara dengan konsumsi sekitar 3,5 triliun – 3.6 triliun ton per tahun. Jika China dibolehkan menambah 10% produksi batubara menjadi 3,3 triliun ton, para produsen batubara Indonesia akan terkena dampak,” ungkap dia.
Saat ini Indonesia memproduksi 400 juta ton per tahun dengan konsumsi domestik 20% atau 80 juta ton untuk listrik dan pembangkit. Oleh karena itu, pembangunan PLTU di mulut tambang menjadi solusi utama.
Pemerintah sebelumnya juga telah menerbitkan Permen ESDM Nomor 19 tahun 2017 tentang pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik dan pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) mengatur pembangunan PLTU di mulut tambang.(AT)
Komentar Terbaru