BENGKULU – Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan langkah sistematis yang dibangun dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor kehutanan dan lahan. Program ini merupakan agenda nasional. Melalui Indonesia’s Folu Net Sink 2030, menjadi momen kontribusi Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
“FOLU Net Sink 2030 merupakan bagian dari upaya memenuhi komitmen internasional Indonesia, dengan menjamin realisasi dan implementasi di tingkat tapak. Dalam kata lain, from global to local,” ujar Agus Justianto, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK), selaku Ketua Harian II Tim Folu Net Sink 2030, dalam arahannya pada Sosialisasi Indonesia’s Folu Net Sink 2030 di Provinsi Bengkulu, Rabu (8/2/2023).
Untuk mempercepat implementasinya, dilakukan sosialisasi dan penyusunan rencana kerja Sub Nasional di 22 Provinsi yang ditargetkan selesai Mei 2023. Outputnya nanti disusun suatu rencana kerja oleh semua provinsi yang ada di Indonesia.
Agus menjelaskan, rencana kegiatan yang dituangkan dalam Rencana Operasional (Renops) Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sejatinya merupakan kegiatan reguler sektor kehutanan. Hanya saja, kali ini dilaksanakan dengan lebih terstruktur, sistematis dan masif serta dengan target kinerja yang ditingkatkan.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan yang sama, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Adapun yang menjadi pijakan dasar utamanya adalah Sustainable Forest Management, Environmental Governance, dan Carbon Governance.
“Kami mendorong dan mengharap dukungan dari Gubernur Bengkulu dan segenap stakeholder di Provinsi Bengkulu dalam implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030,” ujar Agus.
Bak gayung bersambut, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah memastikan peran Bengkulu dalam isu penurunan emisi GRK menjadi sangat strategis. Hal ini terjadi karena dari luas wilayah Bengkulu yakni kurang lebih 20 ribu kilometer persegi, luas wilayah hutannya mencakup lebih dari 43 %. Selain itu, ada beberapa titik kawasan cagar alam, hutan lindung, taman wisata alam dan taman nasional.
Meski begitu, menurut Rohidin, Gubernur Bengkulu yang terpenting adalah bagaimana masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dengan adanya keberadaan hutan tersebut. Setelah ada sosialisasi dan implementasi kebijakan nasional terkait dengan pengelolaan hutan dan lahan, dirinya menginginkan masyarakat Bengkulu mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dengan adanya hutan yang ada di Bengkulu.
“Jadi setelah dilakukan kajian akademik dan sosialisasi sehingga nanti baru di konversi dalam bentuk kebijakan ekonominya. Jadi nanti kita masyarakat Bengkulu diminta untuk menjaga kawasan hutan tapi kita tetap mendapatkan manfaat ekonomi. Ini karena kita bukan hanya mendukung tapi justru sebagai inisiatornya,” kata Rohidin usai membuka sosialisasi FOLU Net Sink 2030 yang dilaksanakan di kompleks Kantor Gubernur Bengkulu.
Melalui serangkaian sosialisasi dan penyusunan rencana kerja ini, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Akademisi, Pelaku usaha serta para pihak terkait lainnya diharapkan dapat bekerja bersama secara kolektif melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi domestik serta peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim seraya memastikan perlindungan sosial dan lingkungan.(RA)
Komentar Terbaru