JAKARTA – Industri harus siap menyerap hasil pengolahan lanjutan mineral, khususnya nikel yang saat ini sedang gencar-gencarnya didorong pemerintah.
Orias Petrus Moedak, Direktur Utama Miniung Industry Indonesia (MIND ID), mengatakan industri harus siap mengikuti peningkatan pasokan nikel dan turunannya yang saat ini sedang digenjot pemerintah. Ia menegaskan mineral nikel tidak hanya diperlukan sebagai baham baku membuat baterai kendaraan listrik.
“Baterai listrik tentu terkait dengan permintaan akan kendaraan. Sebenarnya kita jangan terlalu fokus dengan yang kita punya. Semua fokus ke nikel, padahal buat baterai ada yang penting lain yakni lithium. Sibuk dengan nikel ada biaya besar sebagai materi ditambahkan ke hasil akhir baterai,” kata Orias, Rabu (14/10).
Menurut Orias, industri hilir nikel yang dimiliki Indonesia diharapkan memiliki hasil akhir yang variatif. Hanya saja industri hilir nikel di tanah air masih belum mampu mewujudkan itu lantaran tetap perlu bahan-bahan lain yang diperlukan dan harus dipenuhi dari impor.
“Aternatif penggunaan tapi belum banyak proses dari hulu ke hilir. Tidak semua ada di kita, masih ada yang harus dikembangkan. Aplikasi akhir masih ada yang harus impor,” kata dia.
Orias mengungkapkan untuk nikel dan produk turunannya, ketersediaaannya masih dipengaruhi permintaan. Salah satu alternatif agar produk turunan nikel adalah baterai listrik sebagai pendamping dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Ini bisa menjadi solusi agar industri hilir nikel hidup tanpa harus mengandalkan perkembangan mobil listrik.
“Tren konsumsi kita, nikel tergantung asumsi demand yang dipakai. Salah satunya baterai pendamping dari tenaga surya, khususnya daerah jauh dengan tenaga listrik di siang hari dipakai malam recharge. Baterai tidak fokus pada kendaraan listrik, tapi juga penerangan bagi pulau-pulau yang listriknya masih kurang,” ungkap Orias.
Irwandy Arif, Staf khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba, mengatakan Kementerian ESDM tidak bisa berjalan sendiri untuk mendorong dan mengimplementasikan hilirisasi nikel. Perlu keterlibatan stakeholders, karena jika tidak maka berbagai insentif yang disiapkan juga tidak akan memberikan dampak berarti.
“Hilirisasi bukan hanya tupoksi Dirjen Minerba, tapi Kementerian Perindustrian. Kemudian ada BKPM dan Kemenkeu,” kata Irwandy.
Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, mengatakan cadangan nikel Indonesia berlimpah, terlebih yang kadar rendah. Namun roadmap pengembangan tidak jelas. Untuk itu perlu ada skema yang tepat guna mengembangkan nikel dan produk turunannya.
“Indonesia punya banyak cadangan nikel kadar rendah, tapi perencanaan tidak ideal. Muncul beberapa kawasan Indonesia berbasis nikel, beberapa kita rencanakan, beberapa didorong pelaku industri. Itu indikasi bagus bahwa pelaku industri menyadari kebutuhannya,” kata Ridwan.(RI)
Komentar Terbaru