JAKARTA – Harga LPG (Liquefied Petroleum Gas) bersubsidi kemasan 3 kilogram sampai saat ini sulit dikendalikan, baik oleh PT Pertamina (Persero) maupun pemerintah.
Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, mengatakan selama ini Pertamina berdasarkan alokasi LPG, berkontrak dan bekerja sama dengan agen. Kemudian distribusi setelah melalui agen maka agen tersebut akan menunjuk pangkalan, yang harganya ditetapkan bersama pemerintah daerah.
“Kalau ada realisasi yang harganya lebih tinggi, di beberapa tempat, betul terjadi,” kata Nicke disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (11/2).
Harga pembelian di agen dan pangkalan resmi Pertamina menggunakan harga resmi LPG 3 kg menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) resmi yang ditetapkan oleh pemerintah rata-rata Rp 16.500 per tabung.
HET masing-masing daerah pun berbeda. Tergantung kebijakan masing-masing pemerintah daerah.
Menurut Nicke, Pertamina hanya mampu melakukan pengawasan terbatas. “Dalam mekanisme monitoring, sebagai langkah antisipasi, kami juga ada call center,” ungkapnya.
Djoko Siswanto, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan jika dengan skema saat ini, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap harga hingga di konsumen akhir. Pasalnya, setelah dari pangkalan banyak variasi distribusi dilakukan oleh masyarakat yang tidak bisa diawasi secara ketat penyalurannya.
“Agen itu ke pangkalan dan ditetapkan pemda. Dari agen, kemarin itu, kemarin saya keluar DPR, gerobak ada dorong, warung, pengecer keliling, konsumen akhir, variatif. Jadi, kami tuh berhenti di agen. Dari agen itu ke pangkalan itu yang tidak bisa kami tangani,” ungkap Djoko.(RI)
Komentar Terbaru