JAKARTA – Pemerintah menetapkan gas alam cair (liquified natural gas) sebagai barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis. Untuk itu impor dan penyerahan atasnya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, yang diteken Presiden Joko Widodo tanggal 24 Agustus 2020.
Dinyatakan pula dalam beleid ini, pemberian fasilitas pembebasan LNG dari pengenaan PPN terkait impor dan penyerahannya, tidak perlu menggunakan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Pertimbangan penetapan ini adalah untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan rasio elektrilikasi secara nasional dan mempercepat pemenuhan kebutuhan tenaga listrik yang lebih efisien.
Dengan adanya aturan ini maka besar kemungkinan ada pengurangan komponen biaya dalam impor LNG. Disisi lain pemerintah sebenanrya baru saja menetapkan harga gas maksimal US$6 per MMBTU untuk kebutuhan pembangkit listrik.
Indonesia selama ini dikenal sebagai negara pengekspor gas. Sementara kebutuhan dalam negeri sendiri masih dibawah dari kemampuan pasokan. Untuk itu tidak jarang Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Khusus Usaha Hulu Migas (SKK Migas) justru menjual LNG uncommitted ke pasar spot.
Berdasarkan catatan SKK Migas untuk tahun ini saja sudah ada beberapa kargo LNG yang didrop atau tidak jadi diserap lantaran adanya beberapa perubahan komitmen dari sales purchase agreement LNG di 2020.
Salah satu konsumen utama LNG dalam negeri yang lakukan perubahan tersebut adalah PT PLN (Persero). Sejak merebaknya pandemi Covid-19 PLN kerap kali mengatakan adanya penurunan konsumsi listrik secara signifikan akibat industri dan bisnis yang tidak berjalan selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Realisasi lifting LNG hingga Juni atau sepanjang semester I 2020 mencapai 104,8 kargo. Realisasi tersebut terdiri dari dua kilang LNG utama yakni kilang LNG Bontang milik PT Badak NGL di Kalimantan Timur dan Tangguh milik BP di Papua.
Lifting LNG dari kilang Bontang hingga Juni sebanyak 45,2 kargo sementara Tangguh lebih banyak yakni 59,6 kargo.
Realisasi semester I tahun ini saja sudah lebih rendah ketimbang tahun lalu dengan periode yang sama sebesar 119,8 kargo.
Penurunan lifting gas bisa dilihat dari realisasi serapan LNG domestik yang juga menurun. Penyaluran LNG dari kilang Bontang ke domestik misalnya hanya 13,2 kargo sementara dari kilang Tangguh sebanyak 12,6 kargo.(RI)
Komentar Terbaru