JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam waktu dekat akan berkoordinasi untuk menerbitkan kebijakan baru, guna membatasi terlalu besarnya kepemilikan asing di perusahaan tambang.
Langkah ini menyusul banyaknya perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang awalnya berstatus PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) tiba-tiba berubah menjadi PMA (Penanaman Modal Asing) setelah berproduksi.
Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang kepemilikan sahamnya oleh asing kembali mayoritas pasca divestasi. Salah satunya yang terjadi pada PT Berau Coal.
Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Harya Adityawarman mengakui, situasi ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 (UU Minerba) yang mewajibkan adanya divestasi (pelepasan saham ke nasional secara bertahap, red) lima tahun setelah perusahaan tambang berproduksi.
Situasi ini juga bertentangan dengan semangat renegosiasi KK dan PKP2B, yang mendorong adanya kontrol optimal untuk kepentingan nasional lewat klausul divestasi yang didesakkan pemerintah. “Jadi kami akan coba evaluasi dan atur kembali, intinya kalau sudah berproduksi kepemilikan asing hanya boleh sampai 49%,” ujar Harya dalam seminar nasional bertajuk “Isu-isu Strategis Renegosiasi KK dan PKP2B Sesuai Amanat UU Minerba” di Jakarta, Kamis, 28 Maret 2013.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Bantuan Hukum BKPM, Riyanto mengatakan, perubahan status sebuah perusahaan dari PMDN ke PMA memang bersifat business to business. Namun karena ada amanat UU Minerba bahwa harus dilakukan divestasi pasca perusahaan tambang berproduksi, maka peralihan dari PMDN ke PMA mestinya harus mendapatkan persetujuan pemerintah.
“Memang untuk yang seperti ini belum ada aturannya. Namun antara Ditjen Minerba dan BKPM sudah ada komunikasi, dan kami akan segera melakukan pembahasan terkait aturan yang tepat untuk mengevaluasi dan membatasi kepemilikan asing atas sebuah perusahaan tambang,” ujarnya.
Toh demikian, Harya tak menampik sulitnya mengontrol bertambahnya kepemilikan asing pada suatu perusahaan tambang, ketika transaksi itu terjadi di level holding perusahaan yang berstatus terbuka (Tbk). Seperti di PT Berau Coal, yang baru-baru ini kepemilikannya beralih secara mayoritas (85%) ke Bumi Plc asal Inggris, lewat akuisisi di holding-nya, PT Berau Coal Energy Tbk.
“Terus terang kami tidak bisa menjangkau kalau transaksi terjadi di holding-nya. Karena yang berkontrak dengan pemerintah adalah PT Berau Coal-nya. Namun apa pun perlu aturan untuk mengevaluasi dan membatasi ini. Mestinya dalam siatuasi seperti ini BKPM bisa menjadi pagar,” tukas Harya.
(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru