JAKARTA – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata terancam molor karena belum adanya kepastian penandatanganan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) antara PT PLN (Persero) dengan perusahaan pengembang, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang bekerja sama dengan Masdar, anak usaha Mubadala asal Uni Emirat Arab yang fokus bergerak di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan progress pembangunan PLTS Cirata agak lambat, PPA-nya pun dipastikan tidak akan ditandatangani pada tahun ini. PLN dan Masdar akan melakukan evaluasi skema kontrak penunjukan langsung kontraktor pengembangan agar tidak ada masalah hukum dikemudian hari.
“Perkembangan agak slow karena ada beberapa administrasi yang harus diselesaikan. Dari sisi peraturan. Ini pemilihan langsung dan penunjukkan langsung. Lebih hati-hati PLN. Masdar minta waktu,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Kamis malam (8/11).
Pemerintah pun meminta PLN dan Masdar agar segera melakukan pembahasan intensif lanjutan untuk merumuskan apa yang perlu untuk diklarifikasi terkait mekanisme kontrak, termasuk dengan kesepakatan harga jual listrik agar bisa segera dilakukan penandatanganan PPA.
Kapasitas PLTS Cirata diproyeksikan sebesar 200 megawatt (MW) dan akan menelan investasi US$300 juta. PJB bersama Masdar nantinya membentuk perusahaan patungan (Joint Venture/JV) dengan kepemilikan saham PJB 51% dan Masdar sisanya 49%.
Masalah harga dipastikan juga akan menjadi poin utama yang masih menjadi ganjalan karena PLN mempunyai ketentuan harga beli listrik dari pembangkit tidak boleh melampaui Biaya Pokok Penyedia (BPP) Pembangkit. Untuk saat ini BPP Pembangkitan di wilayah Jawa Barat dipatok US$6,81 per kWh. PLTS Terapung Cirata ditargetkan mampu memiliki harga yang lebih murah dari harga jual listrik PLTS lainnya lantaran ketersediaan lahan besar yang sudah dimiliki PJB.
Pembangunan solar panel di atas waduk merupakan solusi atas permasalahan lahan yang hingga kini masih terjadi. Pembangunan solar panel butuh lahan yang cukup besar, dimana banyak pihak menilai lahannya terlalu mahal.
PLTS Cirata ditargetkan rampung keseluruhan dimedio 2021 hingga 2022. Untuk bisa mengejar target tersebut maka konstruksi paling lambat harus dilakukan pada 2019.
Penunjukan Masdar sebagai partner PJB merupakan kelanjutan dari kerja sama dan kesepakatan government to government antara pemerintah Indonesia dan Uni Emirat Arab.
Menurut Arcandra, seharusnya tidak ada masalah dari sisi legalitas. Serta mengapresiasi langkah PLN maupun Masdar yang concern untuk lebih hati-hati terkait proyek PLTS Cirata yang merupakan PLTS terapung terbesar dan pertama yang akan dibangun di Indonesia.
“Di review ulang sama PLN. Kita lihat prosedur ini sudah benar apa belum. Pesannya adalah berhati-hati lihat aturan yang ada,” tandas Arcandra.(RI)
[…] Pembangunan PLTS Terapung Cirata Terancam Molor […]