JAKARTA – Pemerintah harusnya lebih serius dalam memperbaiki tata kelola industri hulu migas. Ini tidak lepas dari adanya kabar beberapa perusahaan migas asing memilih hengkang dari Indonesia.
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI mengatakan pemerintah harus segera mengevaluasi berbagai aturan yang membuat investor migas asing tidak betah melanjutkan kegiatan investasi di Indonesia. Termasuk segera merevisi UU Migas yang dinilai sudah tidak relevan.
Bila kondisi ini dibiarkan Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan negara yang cukup besar. Ujung-ujungnya masyarakat Indonesia yang akan dirugikan.
DPR kata Mulyanto sudah sering mengingatkan Pemerintah terkait pentingnya pembahasan revisi UU Migas ini. Namun sayang seruan tersebut tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah.
Hingga kini Surat Presiden (Surpres) kepada DPR untuk membahas revisi UU Migas tersebut tidak disertai daftar isian masalah (DIM).
“Bagaimana DPR mau membahas revisi UU Migas ini kalau Presiden tidak juga mengirimkan DIM. Karena pembahasan RUU itu kan harus mengacu kepada DIM,” ujar Mulyanto, Selasa (22/11).
Sebelumnya dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja Pemerintah memasukan revisi UU Migas, termasuk usulan pembentukan kelembagaan BUMN Khusus Migas. Namun naasnya, pada saat pembahasan, Pemerintah sendiri yang tidak tidak siap dan mencabut usulan bahasan tersebut.
Mulyanto menyebut ada beberapa hal penting yang perlu diatur dalam UU Migas yang baru. Terutama terkait masalah kelembagaan dan perizinan. Mulyanto berharap dengan UU Migas ini lahir sebuah lembaga yang berwenang penuh untuk mengatur kegiatan hulu migas yang selama ini secara sementara dijalankan oleh SKK Migas.
Lembaga ini, kata Mulyanto, harus punya kewenangan penuh untuk mengatur berbagai kebijakan migas secara komprehensif. Tidak parsial seperti yang berlaku selama ini. Bahkan bila perlu, lanjut Mulyanto, kelembagaannya harus setingkat kementerian. Agar kepala lembaga ini dapat berbicara langsung dalam rapat kabinet. Dengan demikian keputusan dan koordinasi implementasi kebijakan terkait migas dapat diselesaikan dengan cepat dan efisien.
“Selain itu UU Migas yang baru nanti harus dapat menyederhanakan birokrasi perizinan. Ide untuk membuat layanan satu atap migas saya rasa cukup baik. Sehingga investor tidak repot wara-wiri ke berbagai kementerian untuk mendapatkan berbagai izin. Sudah sama-sama kita ketahui dimana ada izin, di sana ada biaya yang harus dikeluarkan. Akibatnya biaya investasi menjadi tinggi,” jelas Mulyanto.
Komisi VII berencana segera membahas kembali inisiatif DPR terkait Revisi UU Migas, setelah selesai melalukan pembahasan RUU EBET.
“Namun naasnya, seperti revisi UU Migas, Pemerintah kembali tidak mengirimkan DIM terkait RUU EBET. Sudah lewat 60 hari sejak surat DPR diterima,” ujar Mulyanto. (RI)
Komentar Terbaru