JAKARTA – Pemerintah mengakui salah satu tantangam terbesar dalam mencapai target lifting migas nasional adalah birokrasi. Sehingga sudah sepatutnya berbagai regulasi yang bisa menghambat investasi hulu migas segera dievaluasi.
Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan salah satu wujud dukungan program swasembada energi melalui penguatan sektor hulu migas nasional dengan menyelesaikan berbagai hambatan dari sisi regulasi. Menurutnya semua aturan yang menghambat eksplorasi dan peningkatan lifting harus segera dipangkas.
Bahlil juga menyerukan pentingnya koordinasi lintas sektor agar program yang telah dicanangkan Prabowo dapat dijalankan dengan baik. “Tidak ada visi-misi Menteri, yang ada itu visi-misi Presiden. Jangan sampai kita melakukan program yang bertentangan dengan arahan Presiden,” kata Bahlil, Kamis (21/11).
Pemerintah juga memprioritaskan pengelolaan sumur-sumur migas idle agar segera dioperasikan kembali melalui kerja sama dengan kontraktor kerja sama (KKKS). Selain itu, gas yang diproduksi mulai 2026-2027 akan diarahkan untuk konsumsi dalam negeri sebesar 60%-70%, serta mendukung hilirisasi dan pembangunan industri berbasis gas, seperti bahan baku LPG C3 dan C4.
Lebih lanjut, Bahlil turut menekankan peran strategis SKK Migas sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam mengelola sektor hulu migas. Ia meminta SKK Migas untuk lebih akomodatif, responsif, dan proaktif dalam mendukung upaya peningkatan lifting di dalam negeri. “Kita harus turun langsung dan melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait,” kata dia.
Pemerintah telah mengirimkan sinyal kuat kepada para pelaku usaha bahwa sektor migas nasional siap menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia di masa depan. Sehingga peningkatan lifting migas sangat krusial.
“Jika kita mampu meningkatkan lifting, maka semua pihak, termasuk legislatif, akan mendukung penuh upaya ini karena dampaknya signifikan terhadap perekonomian makro,” ungkap Bahlil.
Sementara itu, Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, menilai jika memang pemerintah memprioritaskan penyelesaian hambatan investasi dan birokrasi, maka dukungan harus diberikan.
Ia mengingatkan bahwa tantangan utama sektor hulu migas masih berkutat pada revisi Undang-Undang Migas yang tak kunjung selesai sejak 2008. “Regulasi merupakan payung hukum utama. Tanpa ini, sulit bagi investor untuk memiliki kepastian, apalagi dalam sektor yang membutuhkan modal besar dan risiko tinggi seperti hulu migas,” jelas Komaidi.
Namun demikian dengan adanya regulasi tidak serta-merta menjamin keberhasilan teknis dan bisnis. Sektor hulu migas membutuhkan eksplorasi yang melibatkan teknologi tinggi, modal besar, dan manajemen risiko yang matang. “Secara teori, regulasi yang baik dapat mendukung aspek teknis dan bisnis, tetapi dalam praktiknya belum tentu mudah dijalankan,” ujar Komaidi.
Komaidi juga menilai perlunya koordinasi lintas sektor yang lebih efisien. Proses perizinan yang melibatkan hingga 400 izin dari 11 kementerian menjadi hambatan besar. Menurutnya, pemimpin negara dapat mempercepat proses ini melalui perintah langsung kepada menteri koordinator terkait.
Sektor hulu migas adalah pilar utama dalam mewujudkan swasembada energi nasional. Namun, untuk memaksimalkan potensi ini, diperlukan regulasi yang kokoh sebagai landasan hukum, dukungan teknis yang memadai, serta iklim investasi yang kompetitif. “Tanpa payung hukum yang kuat, investasi triliunan sekalipun bisa hilang begitu saja,” kata Komaidi.
Komentar Terbaru