JAKARTA – Baterai berbasis nikel membutuhkan kemurnian tinggi sehingga pengolahan nikel laterit lebih sulit daripada sulfida. Proses peleburan (smelting) dan pemurnian (refining) membutuhkan energi yang lebih banyak serta teknologi yang lebih mahal.

Salah satu metode peleburan nikel laterit adalah proses hidrometalurgi, high pressure acid leaching (HPAL), yang dipilih banyak produsen nikel baterai di Indonesia saat ini. HPAL tersebut menghasilkan limbah olahan berbentuk lumpur (tailing). Di Indonesia, ada tiga proyek HPAL dibangun di Morowali, Sulawesi Tengah dan Obi, Maluku Utara.

“Masalahnya, proyek HPAL di Morowali dan Obi ini hendak membuang tailing ke laut dalam dengan alasan aktivitas seismik dan curah hujan tinggi,” kata Pius Ginting, Koordinator Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Kamis (4/2).

Menurut Pius, sebanyak 25,6 juta ton tailing direncanakan buang ke laut Morowali oleh empat lini HPAL di kedalaman 250 meter. Keadaan ini akan jadi salah satu praktik pembuangan tailing terbesar di dunia. Di Obi, tailing yang akan dibuang ke laut mencapai 6 juta ton pertahun pada kedalaman 230 meter.

Dia menambahkan, kegiatan pertambangan nikel yang telah berlangsung sampai saat ini di Morowali dan Weda pun terindikasi melampaui daya dukung lingkungan. Hal ini terlihat dari banjir yang melanda kedua daerah tersebut dengan bahaya dan frekuensi yang bertambah.

Pius mengatakan, kandungan logam dan sisa pengolahan dalam tailing berpotensi masuk ke rantai makanan, terakumulasi dan mengancam kesehatan manusia. Padahal, Morowali dan Obi berada di wilayah coral triangle yang memiliki biodiversitas laut tertinggi di dunia, termasuk terumbu karang, lamun, dan mangrove. Sekitar 710 hektar terumbu karang diperkirakan hidup di perairan Bahodopi. Sementara di Obi, berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Maluku Utara, rute migrasi lumba-lumba dan penyu terletak tidak jauh dari lokasi rencana pembuangan tailing. Fenomena upwelling yang memungkinkan tailing terangkat ke permukaan laut juga terindikasi di perairan barat Obi.

Berdasarkan RZWP3K Sulawesi Tengah dan Maluku Utara, perairan Morowali dan Obi juga tergolong zona perikanan tangkap.

“Praktek pembuangan tailing ke laut tidak diperkenankan di banyak negara, termasuk Tiongkok negeri asal investasi nikel batere menyetujui pelarangan praktik pembuangan tailing ke laut pada Kongres International Union for Conservation of Nature 2016,” kata Pius.

Pius mengatakan praktik pembuangan tailing ke laut juga akan berdampak buruk pada masyarakat lokal yang bekerja sebagai nelayan.
Meski demikian, peralihan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik tidak bisa terhindarkan.

“Produksi kendaraan listrik dari hulu ke hilir tetap harus bersih, memenuhi standar lingkungan global yang terbaik, dan menyejahterakan masyarakat sekitar, tanpa terkecuali. Tanpa itu, ketidakadilan kian mendalam bagi ekologi rakyat lokal yang berkontribusi kecil bagi emisi gas rumah kaca (GRK),” tandas Pius.(RI)