JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Pertamina (Persero) untuk bisa mempersiapkan diri di era persaingan bisnis hilir BBM. Apalagi bisnis BBM nonsubsidi kini diklaim semakin dimintai swasta.
Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengungkapkan pemerintah telah membuka pintu investasi yang luas bagi pihak swasta yang mau beinvestasi di bisnis hilir. Untuk urusan distribusi BBM, pemerintah tetap membatasi dengan hanya menjual BBM nonsubsidi. Ini harus diantisipasi oleh Pertamina untuk bisa bersaing dengan pemain swasta.
Program pengembangan kilang yang sedang dilakukan Pertamina dinilai harus sejalan dengan perencanaan pengembangan bisnis BBM.
“Kami minta Pertamina untuk antisipasi ini program kilang dan menyempurnakan jalur distribusi. Perlu juga efisiensi tingkatkan competitiviness, jika harus bersaing dengan produk nonsubsidi,” kata Aifin disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (2/9).
Saat ini Pertamina kedatangan pesaing baru yakni PT Indomobil Prima Energi (Indomobil) afiliasi dari Exxonmobil perusahaan migas asal Amerika Serikat melalui jaringan SPBU mini. Paket kemitraan SPBU mini ExxonMobil ditawarkan sekitar Rp65 juta sampai Rp 85 juta. Mitra yang bekerja sama akan mendapat fasilitas konstruksi SPBU, instalasi listrik dan perizinan.
Besaran biaya disesuaikan dengan lokasi dan luas lahan. Ditambah juga mitra perlu tambahan modal Rp 40 juta untuk deposit pasokan BBM dan suku cadang. Deposit akan dikembalikan jika kerjasama kemitraan telah selesai.
Sehingga jika dihitung total modal yang disiapkan mitra antara Rp 110 juta-Rp 140 juta, ini pun di luar lahan yang harus mitra siapkan.
Kardaya Warnika, Anggota Komisi VII DPR, mengungkapkan keberadaan SPBU Indomobil tidak dilarang, namun demikian ada ketidakadilan jika membuka SPBU hanya di wilayah gemuk atau pasar yang telah ada.
Dia meminta pemerintah mendoron pemain swasta untuk juga berkontribusi dalam penyaluran BBM ke wilayah 3T. Di wilayah Jawa Barat, SPBU mini Indomobil sudah menyebar cepat bahkan di tengah pandemi Covid-19. Ini disinyalir sebagai persiapan para pelaku usaha swasta menyambut rencana pemerintah yang mau mendorong penghapusan BBM dengan oktan 88 dan 90 atau Premium dan Pertalite.
“Ini mereka melihat karena Premium mau dihilangkan, mereka akhirnya serbu dulu. Mereka ke daerah luar dulu karena mereka tidak pernah ikut merintis langsung di daerah gemuk,” kata Kadaya.(RI)
Komentar Terbaru