JAKARTA – Tren penurunan harga batu bara diprediksi masih berlanjut hingga akhir 2018. Melimpahnya pasokan menjadi salah satu faktor utama pelemahan harga batu bara.
Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), mengatakan pada dasarnya pergerakan harga batu bara tidak dapat diprediksi secara pasti, namun harga dipengaruhi pasokan.
“Kalau kita perhatikan pergerakan indeks, terutama di batu bara kalori rendah dan menengah, pasarnya sudah gejala over supply. Jadi ini yang menyebabkan tekanan terhadap harga,” kata Hendra disela diskusi bertajuk “Strategi Pengelolaan Batu bara Nasional” di Jakarta, Kamis (4/10).
Menurut Hendra, bukan tidak mungkin harga batu bara akan menembus level dibawah US$ 100 per ton hingga akhir 2018. Hal ini dipicu kebijakan salah satu konsumen batu bara utama dunia, China yang melakukan pembatasan impor. Belum lagi dengan kondisi nonteknis yang mempengaruhi produksi, seperti kondisi cuaca. Serta pemerintah yang mendorong peningkatan produksi lantaran harga batu bara yang tinggi untuk meningkatkan ekspor.
Di sisi lain pasar bisa kelebihan pasokan yang tentu akan memberikan pengaruh terhadap harga yang akan lebih tertekan lagi.
“Bisa jadi karena demand China sudah berkurang, dia sudah jelas sekali. Ditambah dengan sentimen harga dengan adanya rencana pemerintah meningkatkan ekspor,” kata Hendra.
Harga Batu Bara Acuan (HBA) Oktober 2018 dipatok sebesar US$100,89 per ton, turun dibanding periode September sebesar US$104,81 per ton.
Sri Rahardjo, Direktur Pembinaan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, mengungkapkan harga komoditas baru bara yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir membantu mendongkrak penerimaan negara.
“September itu US$104 per ton, dan sekarang hanya US$ 100 per ton. Jadi itu menyebabkan ada potensi Oktober ini akan menurun pendapatan dari royaliti,” tandas Sri.(RI)
Komentar Terbaru