JAKARTA – Pertamina Energy Institute menyelenggarakan The 3th Pertamina Energy Dialog 2024 dengan tema “Optimalisasi Potensi Panas Bumi di Indonesia: Tantangan, Strategi, dan Inovasi untuk Mewujudkan Energi Berkelanjutan” di kampus Universitas Pertamina (11/12). Forum kali ini dihadiri pemangku kepentingan seperti Kementerian ESDM, Asosiasi Panas Bumi Indonesia, akademisi, BRIN, lembaga penelitian/riset dan organisasi profesi.
Henricus Herwin, SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero), menyampaikan bahwa pengembangan kapasitas gas bumi menjadi salah satu dari inisiatif strategis pengembangan bisnis rendah karbon, yang juga merupakan bagian dari strategi jangka Panjang Pertamina untuk mendukung upaya mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi di Indonesia.
Sahat Simangunsong, Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Direktorat Panas Bumi Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional sekaligus mencapai target bauran energi terbarukan. Untuk mempercepat investasi pengembangan panas bumi telah dilakukan berbagai upaya, antara lain penerbitan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang mengatur tentang harga patokan tertinggi (HPT) pembelian tenaga listrik dan pengaturan tingkat komponen dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Adapun beberapa terobosan untuk mendukung pengembangan panas bumi yang sudah diluncurkan Kementerian ESDM antara lain: kemudahan proses perizinan panas bumi melalui Online Single Submission (OSS) dan pengembangan aplikasi Geothermal Energy Information System (GENESIS), yang menyediakan akses data dan informasi mengenai sumber daya panas bumi di Indonesia.
Julfi Hadi, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE/PGEO), menyampaikan dukungan terhadap transisi energi dan swasembada energi, seperti yang diamanatkan oleh Presiden Prabowo, menjadi hal yang sangat penting. Panas bumi, sebagai satu-satunya energi terbarukan dengan karakteristik baseload, memiliki peran strategis dalam mendukung keberhasilan agenda ini. PGE menargetkan penambahan kapasitas terpasang sebesar 1 GW dalam 2–3 tahun ke depan dan 1,5 GW pada tahun 2035. Namun, tantangan terbesar adalah menarik minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, PGE berkomitmen mengambil langkah strategis, seperti berkolaborasi dengan berbagai pihak, menurunkan biaya produksi, dan mendiversifikasi aliran pendapatan baru guna meningkatkan daya tarik investasi.
Prof Ari Kuncoro, dari Universitas Indonesia, menekankan perlunya dukungan insentif fiskal dari pemerintah yang tidak terlalu membebani keuangan negara. Hal ini juga dapat berbagi risiko sehingga diperlukan pendampingan melalui pasar modal atau obligasi yang bernuansa lingkungan (green bond) dengan mengajak investor yang concern terhadap isu lingkungan yang pada akhirnya dapat berdampak kepada masyarakat.
Adhitya Nugraha dari Pertamina Energy Institute menyampaikan hasil kajian benchmark-nya bahwa Indonesia termasuk dalam klaster Demand Surge. Klaster ini mempunyai karakteristik permintaan listrik tertinggi dan peluang yang besar dalam energi terbarukan. Namun Indonesia mempunyai karakteristik di bawah rata-rata dalam hal investasi transisi energi dan paling rendah dalam hal harga listrik.Sehingga Indonesia perlu meningkatkan iklim investasi dan menyelesaikan berbagai tantangan sektor panas bumi, antara lain pada aspek harga pembelian listrik, skema kesepakatan, pendanaan, regulasi, dan pengembangan potensi pasar.
Hadir juga pada forum tersebut, Muchsin Qadir dari World Bank, Shruti Raghuram dari Rystad Energy, Nareswari Sumarsono dari PT Pertamina Power Indonesia, dan Pri Utami, IPM Kepala Pusat Penelitian Panas Bumi FT UGM dalam diskusi pada sesi terkait peluang, tantangan dan inovasi pengembangan panas bumi di Indonesia.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Komentar Terbaru