JAKARTA – Pemanfaatan energi di Indonesia saat ini masih mengandalkan energi fosil, baik yang disubsidi maupun yang berasal dari impor. Di sisi lain, potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Indonesia sangat melimpah mencapai lebih dari 417,8 Gigawatt (GW).
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan ketergantungan kepada energi impor menjadi salah satu tantangan berat pemerintah dalam menjaga ketahanan energi nasional.
“EBT baru dimanfaatkan sebesar 10,4 GW atau sekitar 2,5 %. Sesuai dengan RUEN, pada tahun 2025 peran EBT dalam bauran energi nasional ditargetkan mencapai 23% dan diharapkan terus meningkat menjadi 31% pada tahun 2050,” kata Arifin, dalam acara Pembukaan The 9th IndoEBTKE Conex 2020, Senin (23/11).
Permintaan energi terus meningkat seiring kemajuan peradaban, teknologi, gaya hidup dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban menyediakan energi dalam jumlah yang cukup, merata, terjangkau, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga tercapai energi yang berkeadilan.
Arifin mengungkapkan untuk menjamin ketersediaan energi yang cukup, kualitas yang baik, harga terjangkau dan ramah lingkungan dalam kurun waktu 2020-2040, pemerintah menyusun Grand Strategi Energi Nasional. Sejumlah strategi yang dikembangkan, antara lain meningkatkan lifting minyak, mendorong pengembangan kendaraan listrik, pengembangan dan pembangunan kilang, serta pengembangan EBT untuk mengurangi impor minyak. Sedangkan untuk mengurangi impor LPG melalui strategi penggunaan kompor listrik, pembangunan jaringan gas kota, dan pemanfaatan Dimethyl Ether (DME).
Pelaksanaan Grand Strategi Energi Nasional juga mempertimbangkan kondisi pengembangan energi nasional saat ini. Memperhatikan sumber EBT yang tersedia dan menyesuaikan dengan tren ekonomi EBT.
Sejumlah regulasi di bidang energi telah diterbitkan pemerintah untuk mendukung penyediaan energi rendah emisi. Regulasi tersebut antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden (PP) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Menurut Arifin, pemerintah, telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, yang menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Penurunan GRK ditargetkan sebesar 29% yang dilakukan dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan Bantuan Internasional.
“Sektor energi diharapkan menurunkan emisi sebesar 314-398 juta ton CO2,” ujar Arifin.(RA)
Perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani pada The 9th IndoEBTKE Conex 2020, antara lain:
1. Direktur Jenderal EBTKE selaku National Project Director MTRE3 dengan PT Aka Sinergi, PT Akuo Energi, PT Brantas Energi, dan PT Pasadena Biofuels Mandiri mengenai Acceptance of Technical Assistance Grant From Sustainable Energy Fund to Enhance Project Bankability and Access to Finance.
2. Mentari dan Arya Watala Capital mengenai Grant Technical Assistance for Replacing Diesel Power to Solar PV+.
3. Aryaduta Hotel dan Enertec Mitra Solusi mengenai Energy Saving Program Replacing HVAC System for 4 Hotels
Kesepakatan Bersama Antara Universitas Mercu Buana dengan METI tentang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.
Komentar Terbaru