JAKARTA – Bloomberg Philanthropies, dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merilis laporan terbarunya, Scaling Up Solar in Indonesia: Reform and Opportunity. Kajian ini mengungkapkan bahwa program surya nasional dengan target 18 Gigawatt (GW) pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat membantu Indonesia menarik investasi hingga US$14,4 miliar dan mencapai tujuannya memenuhi target 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025.
Scaling Up Solar memaparkan peta jalan bagi Indonesia untuk secara signifikan meningkatkan kapasitas tenaga surya yang saat ini hanya 1% dari potensinya. Proyeksi industri PLTS juga menunjukkan bahwa Indonesia, sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, mempunyai peluang ekonomi dan lingkungan yang menjanjikan bagi investor global seiring transisi dari energi batu bara, gas, dan bahan bakar fosil menuju energi masa depan, energi terbarukan.
“Indonesia diposisikan untuk menjadi pemimpin dunia dalam hal tenaga surya, yang akan meraup semua manfaat ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat dengan masuknya investasi energi bersih,”ujar Michael R Bloomberg, pendiri Bloomberg L P dan Bloomberg Philanthropies serta Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Ambisi dan Solusi Iklim, Kamis(9/9).
Bloomberg Philanthropies telah bekerja sama secara intensif dengan berbagai mitra di Indonesia untuk memanfaatkan peluang tersebut dan menerobos hambatan agar tetap maju, dan laporan ini akan membantu kami membangun usaha tersebut. Kajian ini juga mengungkapkan bahwa kebijakan cerdas dan kemitraan publik-swasta dapat membantu Indonesia mempercepat investasi tenaga surya dan menjadi contoh bagi negara lain.
Kajian Scaling Up Solar menemukan bahwa sektor listrik dapat memenuhi target tersebut dengan hanya memasang 18GW PLTS sistem fotovoltaik (PV) saja pada tahun 2025. Peningkatan yang pesat ini sangat mungkin terjadi mengingat waktu pasang PLTS yang singkat dan penurunan biaya pemasangannya. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa biaya listrik PLTS saat ini berkisar antara US$65-137/MWh (dalam kurs dollar 2020), tetapi diperkirakan turun menjadi US$27-48/MWh (dalam kurs dolar 2020) pada tahun 2030 didorong oleh biaya peralatan dan pengembangan yang lebih rendah, diikuti pula dengan ketentuan pembiayaan yang lebih menarik.
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa akselerasi transformasi energi menjadi komitmen pemerintah untuk mendukung green economy, green technology, dan green product, sejalan dengan pelaksanaan Paris Agreement. “Energi surya akan menjadi andalan dalam strategi pengembangan energi terbarukan untuk mendorong pencapaian net zero emission di 2060 atau lebih cepat. Mengingat potensi-nya yang besar dan harga-nya semakin kompetitif,” ujarnya.
Namun, pemanfaatan potensi energi surya yang melimpah akan membutuhkan kebijakan yang berani untuk mengatasi peraturan yang saat ini menghambat perkembangan teknologi pembangkit listrik bersih. Hal ini termasuk menetapkan target emisi baru, meresmikan moratorium batubara, dan menerapkan harga karbon, sehingga akan mengirimkan sinyal pasar yang kuat dan membangun kepercayaan investor sekaligus mempercepat laju dekarbonisasi.
“Tenaga surya dapat menjadi sumber listrik yang terjangkau bagi Indonesia jika negara ini melakukan reformasi pasar tenaga listrik,” ujar Antoine Vagneur-Jones, Analis Transisi Energi di Bloomberg NEF.
Dia mengatakan, Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara tetangga seperti India dan Vietnam tentang cara menarik investasi ke PLTS.
Edwin Syahruzad, Presiden Direktur PT SMI, menambahkan dampak perubahan iklim menegaskan urgensi untuk mengambil peran dalam memerangi perubahan iklim dan pengembangan energi surya merupakan salah satu langkah paling konkrit untuk mendukung ambisi transisi energi di Indonesia.
PT SMI dan para donaturnya di bawah platform SDG Indonesia One, telah menunjukkan dukungan yang besar untuk pengembangan sektor ini.
“Misalnya, kami memberikan dukungan hibah untuk membuat studi kelayakan yang bankable di sebuah bandara sehingga transisi energi bisa dipamerkan mulai dari bandara. Kolaborasi dan sinergi adalah kunci untuk memungkinkan upaya ini,” ujarnya.
Percepatan transisi Indonesia dari batubara ke energi terbarukan juga akan membutuhkan kepemimpinan PLN, yang baru-baru ini berkomitmen untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara baru setelah tahun 2023. Langkah ini mencerminkan keselarasan dengan tujuan pengurangan karbon, serta realitas baru kondisi ekonomi industri batubara. Sejak lama dianggap sebagai opsi yang paling murah untuk pembangkitan massal, kini batubara tidak lagi dapat bersaing karena biaya PLTS yang terus turun.
“Dekade ini sangat krusial dalam menentukan jalur transformasi energi Indonesia yang selaras dengan ambisi net-zero. Janji pemenuhan Persetujuan Paris telah dibuat hingga hari ini, tetapi komitmen tersebut harus diikuti dengan pengembangan energi terbarukan skala besar,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.
Menurut Fabby, tenaga surya khususnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap transformasi energi dan pengurangan emisi Indonesia, jika perlu, reformasi harus dilakukan.
“Melalui laporan ini, kami berharap dapat menawarkan kepada pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan terkait reformasi yang diperlukan untuk membuka dan meningkatkan pengembangan tenaga surya di Indonesia,” kata Fabby.(RA)
Komentar Terbaru