JAKARTA – PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc mengalokasikan biaya investasi US$7 miliar untuk periode 2014 hingga 2021. Namun hingga kini, penyerapan investasi tersebut belum sampai setengah seiring tarik ulur negosiasi perpanjangan kontrak.
“Investasi 2014-2021 membutuhkan lebih kurang US$7 miliar, terutama untuk pengembangan tambang bawah tanah, di luar kewajiban membangun smelter. Setelah 2021 masih butuh sekitar US$10 miliar hingga 2042,” kata Bambang Susigit, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disela diskusi skenario bisnis pascaakuisisi Freeport di Jakarta, Senin (17/9).
Menurut Bambang, rencana investasi yang dialokasikan Freeport hingga 2021 saja sampai sekarang masih belum optimal dan baru terserap sekitar 50%. Hal itu disebabkan negosiasi perpanjangan kontrak dengan pemerintah Indonesia, termasuk divestasi 51% saham yang tengah dibicarakan dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum yang jadi perwakilan pemerintah.
Ada dua isu yang sekarang menjadi pembahasan di internal Freeport. Pertama, masalah biaya dan tanggung jawab Freeport. Apabila Inalum masuk dan menguasai 51%, bagaimana pembagian besaran biaya investasi. Selain itu, apabila masuk semua investasi ke tambang bawah tanah, apakah strategi tersebut disetujui Inalum sebagai pemegang saham mayoritas.
“Itu semua yang bikin pending, hampir US$3 miliar (sudah terpakai). Ada sisa banyak karena kan belum selesai (negosiasi),” ungkap Bambang.
Tambang bawah tanah menjadi prioritas utama Freeport. Bahkan mulai sekarang kontribusi tambang bawah tanah menjadi andalan Freeport.
Bambang memastikan mulai 2019 kontribusi tambang bawah tanah akan semakin besar seiring kesiapan infrastruktur dan fasilitas. Pemerintah berharap agar perundingan dengan Freeport bisa diselesaikan pada bulan ini.
Freeport mendapatkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sehingga aktivitas ekspor masih bisa berjalan paling tidak hingga akhir September 2018.
Menurut Bambang, untuk mencapai kesepakatan dengan pemerintah terkait perpanjangan kontrak hingga 2042, Freeport harus memenuhi empat syarat, yakni administratif, finansial agar bisa melanjutkan usaha, teknis dan lingkungan terpenuhi. Itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan agar Freeport bisa menerapkan good mining practice.
Secara administratif luas wilayah Freeport juga tindakan mengalami perubahan, meskipun sudah memiliki kontrak baru nantinya yakni sebesar 9.946 hektar serta memiliki kurang lebih 116.783 hektar wilayah penunjang. Agar bisa berjalan seperti yang direncanakan, kegiatan ke depan, Freeport ada tambang terbuka di Grasberg dan lima lokasi tambang bawah tanah.
“Ke depan ini yang harus dicermati bersama adalah strategi bisnis dan terfokus ke tambang dalam,” kata Bambang.(RI)
Komentar Terbaru