SUMEDANG – Pemerintah lagi – lagi menegaskan bakal menghentikan kebijakan ekspor gas jika memang kebutuan gas dalam negeri seiring dengan meningkatnya penggunaan gas di era transisi energi. Indonesia diketahui memang masih jadi salah satu negara pengekspor gas. Sekitar 40% dari produksi gas tanah air masih dikirim ke luar negeri.

Adapun ekspor gas yang selama ini terjadi hampir semuanya berasal dari kontrak – kontrak terdahulu yang berasal dari dua kilang LNG terbesar di tanah air yaitu dari kilang Badak LNG di Bontang, Kalimantan Timur serta dari Tangguh di Papua. Ada juga ekspor ke Singapura dari blok Corridor.

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan dalam proyeksi pemerintah kebutuhan gas dalam rentan waktu loka tahun ke depan yakni 2025 hingga tahun 2030 diperkirakan mencapai 1.471 BBTUD dan akan naik setiap regional. “Tahun 2034 kebutuhan gas mencapai 2.659 BBTUD,” kata Bahlil disela peresmian proyek ketenagalistrikan di PLTA Jatigede, Senin (20/1).

Permintaan gas diprediksi akan terus meningkat seiring dengan industrialisasi dam hilirisasi yang digenjot pemerintah.

“Ini menyangkut gas agar tidak defisit. Dalam rencana ke depan seluruh konsensi gas akan diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri untuk energi dan bahan baku hilirisasi,” ungkap Bahlil.

Dengan kebutuhan yang besar pemerintah kata Bahlil berencana tidak akan lagi melalukan ekspor gas jika sepanjang adanya kebutuhan gas mendesak di dalam negeri. Sebaliknya apabila kebutuhan gas dalam negeri sudah terpenuhi maka pemerintah tidak akan segam untuk kembali ekspor gas.

“Mungkin negara lain akan merasa gimana-gimana karena orientasi kita harus mememuhi kebutuhan dalam negeri. Kalau kita belum cukup mohon maaf Kami belum izinkan untuk ekspor tapi kalau kebutuhan dalam negeri sudah cukup kita akan melakukan ekspor,” ujar Bahlil.