JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan bisa mengakuisisi aset panas bumi yang dikuasai Chevron Corporation di Asia. Akuisisi akan dilakukan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero) yang disiapkan menjadi holding pengelolaan panas bumi.
Edwin Hidayat, Deputi BUMN Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, mengatakan pemerintah bermaksud menjadikan PGE sebagai suatu entitas baru yang akan berfungsi sebagai holding pengelolaan panas bumi di tanah air.
“Ini ada satu ide bagaimana PGE menjadi perusahaan holding geothermal milik negara. Selama ini kan dipecah antara PGE dan PLN,” kata Edwin di Kementerian BUMN, Jumat (12/8).
Dia menambahkan langkah ini sebagai solusi untuk percepatan pengembangan panas bumi. PLN membutuhkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) untuk mengejar produksi listrik sebesar 3 ribu MW.
“PLN bilang ke kita, bagaimana caranya pada 2019 atau 2020 kita punya 3 ribu MW. Itu artinya kita harus join force,” tandas Edwin.
PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas (PLTP) sebesar 542 megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit, yakni PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW.
Sementara itu, Chevron mengoperasikan dua proyek geothermal di Indonesia — Chevron Geothermal Indonesia, Ltd mengelola proyek Darajat dan Chevron Geothermal Salak, Ltd., mengoperasikan proyek Salak. Proyek Darajat menyediakan energi geothermal, yang mampu menghasilkan listrik berkapasitas 270 MW. Chevron memiliki dan mengoperasikan proyek Salak. Operasi geothermal ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Lapangan ini menyediakan suplai uap ke enam unit pembangkit listrik – yang tiga diantaranya merupakan milik perusahaan – dengan total kapasitas operasi mencapai 377 MW.(RI)
Komentar Terbaru