JAKARTA – Persepsi kelompok masyarakat serta pelaku usaha di sektor bisnis dan UMKM terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dinyatakan sangat positif. Survei pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menunjukkan 7 dari 10 orang pemilik rumah tertarik dengan PLTS Atap.

“Namun hanya 8% yang merasa ini relevan karena masih belum paham dengan teknologi. Harganya masih dianggap mahal, dan masih memiliki banyak pertanyaan terkait produk dan manfaat penghematan listrik yang didapat. Di Jawa Tengah juga sama, kelompok residensial masih memiliki keraguan terhadap kualitas produk, termasuk harganya,” ungkap Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, Selasa (15/12).

Fabby menerangkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, pelanggan PT PLN (Persero) yang menggunakan PLTS Atap meningkat, dari 268 pada 2017 menjadi lebih dari 2.500 pelanggan hingga Oktober 2020. Kenaikan ini dipicu oleh berbagai faktor, yakni adanya regulasi yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 yang direvisi dengan Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2019 dan Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2019.

Faktor lainnya, adalah semakin banyaknya perusahaan penyedia layanan pemasangan PLTS Atap, dan juga meningkatnya ketertarikan masyarakat untuk menggunakannya sebagai bagian dari gaya hidup.

Fabby menambahkan, meski demikian kenaikan tersebut masih belum cukup untuk mengejar target energi surya sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebesar 6,5 Gigawatt (GW) pada 2025, dan juga mencapai target Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap yaitu 1 GW kumulatif PLTS Atap pada 2020.

Di luar mandatory penggunaan PLTS Atap pada bangunan pemerintah, keterlibatan sektor residensial, bisnis/komersial, industri, dan UMKM memegang peran penting dan dominan untuk mempercepat laju pemanfaatan PLTS atap di Indonesia.

Menurut Fabby, kebimbangan para pelanggan untuk memasang PLTS Atap dilatari oleh minimnya informasi yang terpercaya dan rendahnya sosialisasi aturan mengenai penggunaannya.

“Selain itu, informasi mengenai prosedur pemasangan PLTS Atap tersambung jaringan (on-grid), manfaat yang bisa dirasakan pengguna, hingga di mana mereka bisa membeli produknya pun masih terbatas dan masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa,” kata Fabby.

Dari 2.566 pelanggan PLN yang menggunakan PLTS Atap, lebih dari 2.300 berada di Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Umumnya mereka telah terpapar informasi kebijakan PLTS Atap dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah pusat, melihat iklan di media massa dan media sosial, dan terhubung dengan penyedia jasa pemasangan PLTS Atap yang jumlahnya cukup banyak di Jabodetabek.

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Berkelanjutan IESR, mengatakan bahwa ketimpangan lokasi ini berpengaruh pada tingkat adopsi PLTS Atap.

Marlistya mengatakan, yang tinggal di kota besar cenderung lebih diuntungkan karena ketertarikan mereka pada PLTS Atap langsung terjawab dengan ketersediaan informasi yang cukup lengkap, mereka juga terbantu dengan kantor regional PLN yang lebih paham dan cepat tanggap pada pengajuan pemasangan PLTS atap tersambung jaringan.

“Banyak perusahaan penyedia jasa pemasangan PLTS Atap berlokasi di Jakarta atau Tangerang, yang juga mempermudah calon pengguna untuk mencari informasi yang lebih rinci terkait desain, manfaat penghematan, hingga layanan purna jual,” tandas Marlistya.(RA)