BECKHAM, film dokumenter tentang David Beckham salah satu pemain sepak bola paling popular dalam sejarah garapan Netflix yang kini jadi perbincangan hangat membawa kembali memori ke pertandingan final Liga Champion musim 1998/1999. Salah satu pertandingan paling dramatis sepanjang sejarah, mungkin bukan hanya di Liga Champion tapi juga pertandingan sepak bola yang pernah digelar. Kala itu ada momen paling tidak bisa dilupakan, dimulai saat masuknya Ole Gunnar Solkjaer, pemain muda Manchester United (MU) menggantikan legenda Inggris Andy Cole di menit 80 saat MU sedang ketinggalan satu gol dari Bayern Munchen. Masuknya Solkjaer di 10 menit akhir pertandingan benar-benar mengubah alur permainan. MU secara sporadis mengurung pertahanan Bayern. Hasilnya di menit 90+1 pergerakan Solkjaer menghasilkan tendangan sudut yang kemudian menghasilkan kemelut di depan gawang Munchen dan berbuah gol. Tidak hanya itu di menit 90+3 atau menit terakhir tambahan waktu, Solkjaer sendiri yang menceploskan Si Kulit Bundar ke gawang yang dijaga oleh legenda Jerman Oliver Khan. MU mencetak sejarah, menjadi juara Liga Champion dan meraih Treble Winner. Aktor utama dibalik kesuksesan itu adalah Solkjaer.
Hampir semua mata di muka bumi yang menyaksikan pertandingan itu sepakat menyebut Solkjaer adalah “Game Changer”. Karena setelah dia masuk seketika permainan MU berubah, menjadi lebih hidup dan jauh lebih agresif.
Aksi Solkjaer kala itu mengingatkan kepada apa yang terjadi belakangan ini di industri hulu migas tanah air. Tentu kita tahu saat ini produksi migas Indonesia terus mengalami penurunan, disaat banyak pihak mengira produksi migas makin melempem dan sudah mencapai batasnya, PT Pertamina (Persero) tampil menyertakan “Solkjaer” nya di Blok Rokan yaitu sumur Migas Non Konvensional (MNK).
Baik Solkjaer maupun MNK ini memiliki kemiripan. Sama-sama “Game Changer”. Titik Balik menuju kesuksesan. Solkjaer bagi MU sementara MNK bagi produksi migas nasional.
Masa depan MNK diyakini sangat besar. Apalagi jika mengingat success story yang dialami Amerika Serikat memproduksi Shale Oil secara besar-besaran diawal tahun 2010an. Itu membuat Amerika memantapkan dirinya jadi salah satu produsen minyak terbesar, bahkan bisa langsung membuat negeri Paman Sam tidak lagi bergantung dari miyak impor yang dipasok dari Arab Saudi sehingga membuat perekonomian mereka menjadi lebih kuat.
“Jadi pertanyaan orang, di Amerika iya bisa, apakah di Indonesia bisa? Itu yang jadi pertanyaan, maka pemboran MNK ini adalah Game Changer yang dilakukan PHR dan mitranya (EOG Resources),” kata Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), kepada Dunia Energi saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (13/10).
Upaya PT Pertamina (Persero) dalam mencari dan meningkatkan produksi migas melalui pemboran MNK di blok Rokan mulai menunjukkan titik cerah. Manajemen Pertamina Hulu Energi (PHE), Subholding Upstream Pertamina mengaku mendapatkan hasil positif dari pemboran satu sumur yang sekarang tengah dilakukan.
Awang Lazuardi, Direktur Pengembangan dan Produksi PHE, mengungkapkan saat ini dilakukan pengambilan sampel dari kegiatan pemboran. Hasil sementara menunjukkan hasil yang positif. “Kemarin terbukti ada hidrokarbonnya,” kata Awang ditemui Dunia Energi di Jakarta, Selasa (10/10).
Selanjutnya sampel yang telah dikumpulkan akan dievaluasi paling tidak sekitar tiga bulan untuk kemudian diputuskan proses selanjutnya.
“Kita masuk coring itu tahap pengambilan sampel berikutnya kita evaluasi ekonomis atau tidaknya. Untuk evaluasi sampel (tahap eksplorasi) dua tiga bulan lagi,” ujar Awang.
Pemboran sumur MNK di Rokan oleh Pertamina juga memperlihatkan betapa agresifnya perusahaan migas plat merah saat ini dalam memburu cadangan migas. Biasanya perusahaan lain hanya melakukan kegiatan standar pada umumnya. Eksplorasi, merawat sumur eksisting atau melakukan merger dan akuisisi. Tapi yang dilakukan Pertamina di Rokan benar-benar mengubah peta proyeksi produksi migas nasional.
Sejak ditetapkan menjadi operator di blok Rokan pada 9 Agustus 2021, Pertamina langsung tancap gas melalui Pertamina Hulu Rokan (PHR). Kabar dibornya sumur MNK di tanah Rokan juga langsung terdengar. Bergerak cepat menjemput bola, perencanaan untuk melakukan pemboran sumur MNK langsung dicanangkan.
Hanya berselang dua tahun, sejak jadi operator, PHR mulai bor sumur MNK pertama di Indonesia yakni sumur Gulamo pada 27 Juli 2023. Ini adalah buah dari keseriusan dalam ikhtiar untuk segera menemukan cadangan migas yang siap diproduksikan guna mendukung target produksi 1 juta barel per hari minyak dan 12 Billion Cubic Feet (BCF) gas yang dipatok pemerintah tahun 2030. Selain itu jika ini berhasil secara otomatis Pertamina lagi-lagi akan membantu mengurangi impor minyak mentah. Agresifitas Pertamina ini selaras dengan pemerintah yang membentuk tim khusus yang dilabeli Tim Percepatan Pengusahaan MNK.
Total ada dua sumur yang rencananya akan dibor, selain sumur Gulamo ada sumur Kelok sebagai sumur kedua. Berdasarkan data yang dihimpun Pertamina, sumber daya MNK di WK Rokan berada di formasi pematang brown shale yakni batuan induk utama hidrokarbon yang ada di kawasan Sumatera Bagian Tengah, dan lower red, bed yakni formasi bebatuan yang berada di bawah brown shale. Potensi ini berada pada kedalaman lebih dari 6.000 kaki. PHR sendiri rencananya akan melakukan pemboran dengan kedalaman mencapai 8.559 kaki atau mendekati 2,5 kilometer (km) dengan menggunakan rig PDSI #42.3/N1500-E berukuran besar dengan tenaga 1,500 horsepower (HP). Sebagai pembanding, operasi eksplorasi dan eksploitasi migas konvensional di wilayah kerja Rokan umumnya menggunakan Rig 350 HP, 550 HP, 750 HP. Selain itu kedalaman pengeboran MNK Gulamo akan mendekati ketinggian gunung Merapi.
Chalid Said Salim, Direktur Utama PHR, menjelaskan karena judulnya juga Non Konvensional maka cara-cara tidak biasa juga wajib dilakukan dalam pengembangan MNK. Selain menggunakan rig dengan tenaga yang jauh lebih besar dibandingkan rig untuk mengebor sumur konvensional, kebutuhan lahan untuk satu sumur pengeboran juga jauh berbeda. Ini karena metode dalam pengeboran yang juga berbeda.
“Diperlukan area wellpad (lokasi eksplorasi) yang cukup luas, lebih kurang 2,5 hektare (ha) atau 2,5 kali lebih luas dari wellpad pada umumnya. Pada tahap pengembangan nantinya wellpad ini dapat mengakomodasi sekitar delapan kepala sumur,” jelas Chalid.
Shale oil mengacu pada migas yang bersifat tidak konvensional, diproduksi dari fragment batuan shale melalui proses pirolisis, hidrogenasi, dan disolusi termal. Proses ini menkonversikan material organik di dalam batuan, yang disebut sebagai kerogen, sehingga menjadi migas dan gas sintetik.
Berbeda dengan migas konvensional, MNK adalah hidrokarbon yang terperangkap pada batuan induk (shale oil/gas) tempat terbentuknya hidrokarbon atau batuan reservoir klastik berbutir halus dengan permeabilitas (kemampuan bebatuan untuk meloloskan partikel) rendah yang hanya bernilai ekonomi apabila diproduksikan melalui pengeboran horizontal dengan teknik stimulasi multi-stage hydraulic fracturing.
Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menjelaskan secara sederhana apa yang dilakukan oleh PHR saat ini adalah mencari “dapur” tempat khusus area “memasak” yang memproduksi hidrokarbon dalam jumlah besar di dalam perut bumi. Jika selama ini dalam pencarian cadangan migas konvensional mengandalkan cadangan yang ada didalam reservoir maka MNK mencari tempat asal cadangan yang ada direservoir berasal.
“Suatu reservoir pasti ada dapur, kitchen namanya, itu yang memasak sampai jutaan tahun terus jadi hidrokarbon, mengalir atau migrasi ke reservoir, baru itu dibor dan diproduksikan. Nah kita sekarang mencari dapurnya itu, dapur lebih dalam namanya brown shale,” jelas Tutuka kepada Dunia Energi, Senin (16/10).
Dia mengaku sangat optimis dengan pengeboran MNK di Rokan. Bahkan dari hasil sampel yang ada yang menunjukkan indikasi hidrokarbon berarti kemungkinan tidak hanya minyak tapi gas bisa juga ditemukan. “Yang jelas ini hidrokarbon ada, bisa migas bisa gas,” ungkap dia.
SKK Migas sendiri pernah merilis informasi bahwa berdasarkan hasil assesment Energy Information Administration (EIA, 2013) Amerika Serikat, potensi MNK ada di lima cekungan di Indonesia. Laporan tersebut menyebutkan terdapat sumber daya gas dan migas in-place sebesar 303 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/TCF) dan 234 miliar barel minyak (billion barrel oil/BBO) dari lima cekungan tersebut. Salah satu potensi sumber daya MNK itu berada pada cekungan Central Sumatera Basin. Adapun potensi sub basin North Aman di cekungan Central Sumatera Basin memiliki potensi sumberdaya inplace 1.86 miliar barel minyak dan 2.4 TCF gas.
Dengan adanya laporan potensi sebesar itu tentu membuat Pertamina juga tidak mau main-main dalam mengembangkan MNK di Rokan. Tidak tanggung-tanggung EOG Resources salah satu “dedengkot” untuk urusan MNK yaitu EOG dari Amerika Serikat digandeng.
Sementara itu, Wiko Migantoro, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) saat tajak sumur Gulamo Juli lalu sempat menjelaskan bahwa informasi tentang keberadaan potensi unconventional hydrocarbon di Indonesia dengan jumlah yang tidak sedikit memang sudah diketahui, namun belum terdapat perkembangan yang signifikan dan berdampak kepada produksi nasional.
Hal ini karena tantangan utama kesuksesan program kerja MNK adalah ketersediaan teknologi drilling lateral section dan multi stage hydraulic fracturing yang mumpuni dan cost efficient di Indonesia sehingga Pertamina berinisiatif untuk mengevaluasi peluang tersebut di wilayah kerja eksisting Subholding Upstream dan mencari partner global yang mumpuni. Dia menjelaskan setelah melalui tahapan screening awal potensi MNK, Pertamina mencanangkan program kerja melalui sumur eksplorasi MNK Rokan di RKAP tahun 2023.
Selain dari segi teknis dalam mengelola uncertainty kondisi reservoir, aspek pengeboran, stimulasi dan komplesi sumur horizontal pada reservoir yang dalam dengan lateral section yang panjang memiliki tantangan operasional dan biaya tinggi. Selain itu juga nantinya diperlukan lebih banyak sumur pengembangan MNK, sehingga efektivitas dan efisiensi program pengeboran dan komplesi sumuran serta ketersediaan sumberdaya menjadi faktor yang sangat menentukan dalam pengembangan MNK kedepan. “Dalam tahap eksplorasi dua sumur ini kami didukung oleh EOG yang merupakan praktisi industri MNK yang telah sukses menjawab tantangan tersebut,” katanya.
Sumur Gulamo menargetkan MNK “shale oil” dari Brown Shale Formasi Pematang Bagian Tengah dan selanjutnya ke sumur Kelok yang selain menargetkan MNK “oil shale” juga menargetkan MNK “tight reservoir” dari Lower Red Bed Formasi Pematang Bagian Bawah.
Perlu diperhatikan bahwa oil shale mengacu pada batuan shale yang menghasilkan minyak, sedangkan shale oil mengacu pada minyak yang dihasilkan dari batuan serpih halus secara tidak konvensional. Yang membedakan oil shale dengan minyak yang dihasilkan dari formasi shale pembawa minyak adalah oil shale membutuhkan proses lanjutan untuk dapat menghasilkan minyak (proses retorting) sedangkan minyak yang berasal dari formasi shale pembawa minyak dapat dihasilkan secara konvensional seperti dengan proses pemompaan minyak.
Sumur Gulamo adalah sumur eksplorasi vertikal MNK sebagai tahapan awal upaya percepatan pengusahaan sumberdaya MNK Rokan menuju tahapan berjenjang selanjutnya yaitu tahapan appraisal, demonstration, dan development.
Menurut Wiko, jika dari dua sumur eksplorasi MNK Rokan dan studi potensi tersebut menunjukan hasil positif, tahapan lanjut appraisal, demonstration, dan development pengusaahaan MNK Rokan akan memerlukan payung hukum suatu kontrak bagi hasil yang menaungi blok MNK.
“Permen ESDM No.35/2021 memberikan opsi mekanisme pengusulan dan pembentukan KBH tersebut, yaitu; perubahan T&C, perubahan bentuk kontrak kerjasama, atau kontrak kerjasama baru,” ungkap Wiko.
Perlu Dukungan Serius
Indonesia punya alasan kuat untuk fokus mengembangkan MNK yaitu demi memenuhi kebutuhan migas yang tinggi di masa depan. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) porsi migas (persentase) dalam bauran energi Indonesia menurun dari paling banyak 25% pada 2025 menjadi paling banyak 20% di 2050, tapi secara volume konsumsi migas Indonesia meningkat sekitar 111% dari 2,19 juta Barel Per Hari (BPH) pada 2025 menjadi 4,62 juta BPH di 2050.
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa MNK di Rokan akan menjadi angin segar dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi. Karena itu posisi MNK sangat krusial. “Sangat krusial MNK karena MNK itu migas, yang diincar migas,” ungkap Arifin.
Pemerintah kata dia menerima laporan bahwa perkiraan awal dari dua sumur MNK yang sedang dan akan dibor Pertamina rencananya untuk memproduksi potensi cadangan migas sebesar 80 juta barel.
“Kalau lihat dari potensi kita harapkan dua sumur (Gulamo dan Kelok) ini bisa memberikan potensi yang cukup membantu, karena diperkirakan kira-kira 80 juta barel kan itu masih banyak,” kata Arifin ditemui Dunia Energi di Kementerian ESDM, Jumat (13/10).
Saat ini evaluasi terhadap sumur Gulamo masih terus dilakukan, paralel pemerintah menargetkan agar Pertamina bisa langsung bersiap untuk melakukan pemboran di sumur Kelok. “Dari indikasinya bagus tapi sekarang sedang dikaji dengan partnernya jadi kalau ini kan ada dua sumur nih. Jadi memang kalau ada hidrokarbon di MNK kan rencananya dibor tahun ini dua kan, sudah di Gulamo satu lagi di Kelok Desember,” kata Arifin.
Sementara itu, Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, mengungkapkan langkah Pertamina mencari cadangan migas dengan cara baru ini sudah tepat. Pemerintah kata dia juga harusnya “All Out” mendukung Pertamina.
“Menurut saya sudah tepat, agar kita optimalkan lifting kita. Soalnya memang pada hitung-hitungan biaya dan keuntungan. Ini teknologi baru di kita, perhitungan tersebut kita belum berpengalaman. Untuk skala pilot tentunya penting untuk didukung oleh pemerintah, baik insentif fiskal maupun non fiscal,” jelas Mulyanto kepada Dunia Energi (16/10).
Inge Sondaryani, Sekretaris Jendral Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengungkapkan bahwa sesuai namanya adalah Migas Non Konvensional (MNK) tentu memiliki tantangan dan tingkat kesulitan yang lebih dibanding yang konvensional.
“Kita patut apresiasi usaha Pertamina di dalam pencarian cadangan baru migas. Tentu untuk ini dibutuhkan dukungan dari pemerintah terutama di dalam kemudahan perizinan, pemberian insentif agar bisa mengundang lebih banyak perusahaan berinvestasi di pengembangan MNK ini selain Pertamina,” jelas Inge.
Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti yang juga pendiri Reforminer Institute, menilai prospek dari sisi potensi MNK di Indonesia jika mengacu angka-angka yang disampaikan pemerintah memang besar namun karena masih belum ada pihak yang bisa memastikan, maka apa yang dilakukan oleh Pertamina di Rokan adalah langkah tepat.
“Memang harus dilakukan pembuktian potensi itu melalui pemboran. Dari situ baru kita akan bisa tahu lebih jelas tentang seberapa besar potensi yang ada dalam bentuk berapa besar cadangan terbukti yang ada, termasuk juga cadangan potensial yang ada. Intinya, kegiatan pemboran itu mmg diperlukan untuk bisa mengkonversi angka potensi yang ada menjadi cadangan terbukti,” jelas Pri Agung kepada Dunia Energi, Sabtu (14/10).
Pemerintah kata Pri Agung sudah sewajarnya memberikan dukungan pengembangan potensi MNK yang terbilang baru pertama digarap di Indonesia. Pemerintah bisa saja memberikan kontrak dengan fiscal term yang menarik termasuk kabarnya ada yang direncanakan split 100:0 untuk MNK. kemudahan perizinan birokrasi.
“Sampai dengan peluang untuk mengkonsolidasikan biaya eksplorasi di wilayah tersebut ke wilayah lain yang sudah beroperasi produksi mungkin cukup sebagai dukungan awal,” ujar Pri Agung.
Sementara itu, Tumbur Parlindungan, Praktisi Migas yang juga mantan President Indonesia Petroleum Association (IPA), asosiasi industri hulu migas terbesar di tanah air menilai apa yang dilakukan oleh Pertamina dalam pengembangan MNK di Rokan patut didukung, dia optimistis Pertamina bisa memproduksi dan mengelola lapangan MNK nantinya dengan baik, tentu dibantu dengan regulasi yang juga mendukung pengembangan.
Menurut Tumbur, pemerintah juga harus menciptakan ekossistem penunjang MNK, mulai dari service company, dukungan industri bagi sektor migas serta berbagai jasa penunjang terutama untuk jasa fracking, perizinan, infrastruktur seperti jalan serta ketersediaan lahan juga bisa menentukan kesuksesan pengembangan MNK. “Key nya compliance, bukan persetujuan. Dengan MNK Kita bisa 1 juta barel per hari 12 billion cubic feet di 2030 mungkin bisa melebihi targetnya. Kalau yang diatas kita perbaiki, investor-investor akan datang dan ekosistem terbentuk dengan baik,” ujar Tumbur saat dihubungi Dunia Energi, Minggu (15/10).
Harapan tinggi kini ada di pundak Pertamina sebagai aktor utama pemenuhan kebutuhan migas di tanah air. Jika sukses dan memang sejauh ini ada peluang besar ke sana, maka MNK dipastikan menjadi Game Changer Pertamina dalam upayanya memenuhi kebutuhan energi Indonesia. Tentu tidak sedikit pihak yang menganggap sebelah mata upaya Pertamina dan memberi rasa takut sendiri akan kegagalan di MNK. Tapi seperti kata aktor legendaris asal Amerika Serikat Bill Cosby “Dalam meraih kesuksesan, Kemauan Anda untuk sukses harus lebih besar dari ketakutan Anda akan kegagalan.”
Pertamina telah menujukkan kemauan yang besar untuk meningkatkan produksi migas nasional dengan berbagai cara termasuk pengembangan MNK besar-besaran yang tidak pernah dilakukan sebelumnya baik oleh perusahaan nasional maupun internasional di Indonesia. MNK di Rokan kembali akan jadi pembuktian bahwa Pertamina telah tumbuh pesat, melampaui harapan para pendirinya. Itu semua demi mewujudkan cita-cita bersama, mewujudkan Indonesia yang berdaulat dan mendiri energi! (RI)
Komentar Terbaru