JAKARTA – Wood Mackenzie, lembaga konsultan energi global, menerbitkan laporan terbaru pada Januari 2019 yang memberikan penilaian terhadap perubahan sistem fiskal dari Production Sharing Cost (PSC) cost recovery ke gross split.
Dalam laporannya, Wood Mackenzie, menyebut sistem kontrak gross split mendapat sambutan yang positif dari para investor migas.
Indonesia bersama dengan India mendapatkan predikat hijau yang diartikan lebih baik bagi investor dalam penerapan sistem fiskal setelah melakukan lelang blok migas yang menggunakan gross split.
Kategori hijau juga diartikan bahwa investor telah menerima perubahan sistem fiskal yang dilakukan pemerintah.
Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan laporan yang dirilis Wood Mackenzie menjadi bukti bahwa pelaku usaha sudah mulai terbiasa dengan perubahan yang dilakukan pemerintah.
“Dari laporan Wodd Mackenzie, Indonesia, bersama India, disebut telah menyelesaikan satu babak di bawah skema bagi hasil migas yang baru, yakni gross split. Respons dari investor, seperti yang disebut dalam laporan tersebut, adalah cukup baik,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (23/1).
Dalam laporan tersebut, ditampilkan 10 blok minyak dan gas yang telah berakhir masa kontraknya pada 2018, yakni Blok Seram Non-Bula, Selawati Kepala Burung, Bula, Kepala Burung, South East Sumatera, East Kalimantan – Attaka, Offshore Mahakam, Sanga-Sanga, Rimau, dan NSO-NSB Extensiont yang telah berganti skema bagi hasil, dari cost recovery, menjadi gross split.
Nilai positif gross split m sebenarnya baru didapatkan setelah peraturan Menteri ESDM tentang gross split direvisi.
Menurut Arcandra, laporan Wood Mackenzie sebenarnya juga belum menampilkan keseluruhan blok migas gross split 2018. Lantaran hingga akhir 2018 lalu, sudah 36 WK migas yang menggunakan sistem bagi hasil gross split.
Perubahan sistem kontrak ke gross split merupakan kebutuhan Indonesia untuk bersaing dengan negara lain dalam menarik investor.
“Dengan sistem gross split dimana proses administrasinya sederhana, biaya investasi efisien dan regulasi yang memberi kepastian, ternyata mampu meningkatkan kepercayaan dan keyakinan investor,” kata Arcandra.
Selama 2017-2018 sebanyak 14 wilayah kerja migas dilelang dengan sistem gross split. Kemudian sejumlah blok-blok migas terminasi yang telah dilakukan perpanjangan kontrak juga menerapkan gross split.
Ada dua kontraktor yang juga telah merubah skema kontraknya, yakni ENI SpA yang mengelola Blok East Sepinggan dan West Natuna Exploration Ltd pengelola Blik Duyung telah beralih ke gross split.
“Hingga Februari nanti akan ada lima blok migas lain yang juga memilih beralih ke gross split. Proses peralihan kontrak cost recovery ke gross split akan selesai dalam waktu sekitar satu bulan,” tandas Arcandra.(RI)
Komentar Terbaru