TARAKAN – Merudung pebatun benuanta berasal dari bahasa daerah Dayak Tidung, penduduk asli Pulau Tarakan. Memiliki arti bahu membahu dalam membangun ke arah yang lebih baik dan menjadi motto PT Pertamina EP Tarakan Field (Tarakan Field) dalam melaksanakan program-program CSR-nya.
Sebagai industri hulu migas, tentu kewajiban perusahaan adalah produksi sumber energi. Namun, bukan berarti perusahaan tutup mata akan kebutuhan masyarakat sekitar. Melalui program pemberdayaan masyarakatnya atau yang kerap disebut corporate social responsibility (CSR), Tarakan Field berusaha menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat melalui pemberdayaan.
Adapun program pengelolaan sampah skala lingkungan adalah salah satu cara Tarakan Field menjawab kebutuhan masyarakat akan isu lingkungan. Dilaksanakan di Kelurahan Kampung Enam, Kota Tarakan, perusahaan membina satu kelompok KSM Ramah Lingkungan.
“Program pengelolaan sampah skala lingkungan ini dimulai tahun 2010 dan sudah mandiri pada tahun 2017″, ujar Enriko R. Estrada Hutasoit, Tarakan Legal & Relation Assistant Manager, Kamis (21/11).
“KSM Ramah Lingkungan sudah mandiri dan bahkan mampu berinovasi pada sumber energi baru terbarukan”, tambahnya.
Program pengelolaan sampah oleh Tarakan Field tersebut sangat unik dan berbeda dengan program-program serupa di tempat lain. Selain mengelola sampah dan mendorong perubahan perilaku masyarakat, sampah nyatanya dapat diolah menjadi sumber energi berupa biodiesel.
Biodiesel mungkin memang terdengar biasa saja, namun tidak dengan biodiesel produksi KSM Ramah Lingkungan. Berbahan dasar minyak jelantah dengan campuran bioethanol dari limbah rumput laut, biodiesel KSM Ramah Lingkungan justru menyelamatkan lingkungan.
“Seperti yang kita ketahui minyak jelantah bila dibuang dapat merusak tanah dan air, sedangkan limbah rumput menyebabkan polusi udara”, ujar Sardji, Ketua sekaligus inovator di KSM Ramah Lingkungan.
Kelebihan program pengelolaan sampah binaan Tarakan Field tidak sampah di situ saja. Proses pembuatan biodiesel minyak jelantah masih menyisakan limbah berupa gliserol yang berasal dari pencucian minyak bekas. Limbah tersebut justru kembali dimanfaatkan menjadi bahan utama pembuatan sabun pembersih.
Tidak hanya lingkungan, Tarakan Field juga memberikan perhatian khusus pada kaum difabel. Seringkali diperlakukan berbeda, perusahaan perlahan mulai membina kaum difabel melalui program pengembangan batik.
Mengusung tema lingkungan, batik produksi kaum difabel dibuat dengan pewarnaan alami yang sumbernya mudah ditemukan. Ketua kelompok, Sony Lolong bahkan mengungkapkan bahwa salah satu bahan perwarna yang digunakan adalah kulit buah rambutan.
“Kami menggunakan pewarna alami, kulit mangrove, kulit buah rambutan, bahkan karat dari besi pun kami pakai. Limbah dari bahan pewarna dimanfaatkan kembali sebagai pupuk, justru lebih subur”, terang Sony Lolong saat dikunjungi.
“Bantuan yang diberikan oleh Pertamina (Tarakan Field) kami manfaatkan untuk mengembangkan variasi pola batik dan uji coba sumber pewarnaan yang baru. Kami sangat terbantu, teman-teman difabel dapat lebih berdaya berkat bantuan dari perusahaan”, tambah Sony saat dikunjungi di sentra batiknya.
Tak hanya menunjang perekonomian di sektor hulu, di bagian hilirnya Tarakan Field membangun Galeri CSR, bekerja sama dengan Bunyu Field.
“Kami bangun Galeri CSR untuk memperluas pemasaran produk-produk UMKM di Tarakan”, ujar Enriko lebih lanjut.
Galeri CSR bukan sekedar media pemasaran, tapi disisipkan semangat pemberdayaan di dalamnya. Melalui program Pengembangan UMKM di wilayah 3T, Tarakan Field mendorong UMKM di wilayah Tarakan dan sekitarnya untuk dapat naik kelas. Galeri CSR juga menjadi pusat pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh mitra binaan Tarakan Field, seperti batik khas, sabun gliserol, makanan ringan khas, dan lain sebagainya.
Kondisi sejahtera yang ideal mungkin masih jauh dari harapan, namun Tarakan Field dan juga mitra binaan tidak lantas patah arang. Setidaknya, sudah ada dampak positif yang dirasakan oleh mitra binaan sebagai hasil pemberdayaan oleh Tarakan Field. Contoh sederhana dari sisi ekonomi, setelah menerima pembinaan dari perusahaan, ekonomi mereka meningkat 30% hingga 50%.
“Kami satu kelompok rata-rata memperoleh omzet hingga 15 juta Rupiah per bulan setelah menerima pembinaan dari Tarakan Field”, ungkap Vera Agustina, Ketua Galeri CSR.
“Pertamina sering memesan snack kotak dan paket oleh-oleh untuk tamu. Kami kerjakan di Galeri CSR ini”, ujarnya.
Tidak hanya dari sisi pemberdayaan masyarakatnya saja Tarakan Field memiliki prestasi. Dari sisi produksi, perusahaan terus menerus melakukan inovasi untuk meningkatkan kinerja. Semangatnya sederhana, semakin baik kinerja dan capaian perusahaan, perusahaan dapat memberdayakan dan mendorong kesejahteraan masyarakat dengan lebih baik pula. Salah satu inovasi yang terus dikembangkan oleh perusahaan adalah melalui Continuous Improvement Program (CIP) berupa Alat Pemisah Pasir pada Sumur Produksi Minyak. Inovasi tersebut bahkan sudah memiliki sertifikat paten sederhana. Keunggulannya terletak pada efisiensi penggunaan bahan bakar perawatan sumur dan juga menurunkan emisi serta timbulan limbah B3.
“Ada efisiensi biaya yang tentu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain, pemberdayaan masyarakat misalnya”, ungkap Enriko.
Hingga November, Tarakan Field mampu mencapai 85,19% dari target produksi minyak bumi sebanyak 2.782 BOPD. Produksi minyak bumi perusahaan sebanyak 2.370 BOPD. Produksi gas bumi bahkan mampu melebihi target produksi sebanyak 1,91 MMSCFD. Gas yang diperoleh Tarakan Field sebanyak 2,56 MMSCFD, atau setara dengan 134,38% dari target.
Tarakan Field merancang program-program CSR-nya agar muncul integrasi. Semangat gotong royong menjadi kunci utama mencapai keberhasilan. Merudung pebatun benuanta sungguh menggambarkan semangat perusahaan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasinya.(AP)
Komentar Terbaru