JAKARTA – Kementerian Perindustrian menyebut sangat sulit untuk bisa merealisasikan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri tertentu. Meskipun pada akhirnya presiden Joko Widodo memutuskan bakal melanjutkan kebijakan tersebut pasca nanti berakhir di akhir tahun 2024.

Agus Gumiwang, Menteri Perindustrian, mengaku menemukan rintangan sangat besar untuk meloloskan kebijakan HGBT agar bisa diperpanjang. Menurut dia ada pihak-pihak yang tidak mau kebijakan tersebut dilanjutkan. “HGBT ini merupakan perjuangan yang sangat-sangat berat, to be honest, sangat berat, yang kita hadapi kekuatan yang sangat besar untuk membendung program HGBT, untuk tidak mensukseskan program HGBT,” ungkap Agus di Jakarta, Selasa (9/7).

Sayangnya dia tidak menjelaskan siapa pihak yang dimaksud. Sejak akhir tahun lalu isu HGBT memang mulai mencuat. Beberapa pihak yang berkepentingan dalam isu tersebut antara lain dari sisi hulu atau upstream gas yaitu para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebagai produsen gas. Lalu ada juga pelaku usaha yang ada di sektor midstream gas atau pelaku usaha pemilik infrastruktur penyaluran berupa pipa gas.

Sudah menjadi rahasia umum bagaimana para pemain dari sisi hulu sedari awal memang menyatakan berat hati jika diharuskan mengikuti kebijakan HBGT karena harga gas US$6 per MMBTU di konsumen jelas sangat sulit diimplementasikan lantaran ongkos produksi gas dari hulu saja sudah mendekati angka tersebut.

Otomatis jika mau tetap maksimal US$6 per MMBTU harga di hulu harus ditekan. Pemerintah akhirnya mengalah untuk mengurangi bagiannya bahkan ada juga yang tidak menerima sama sekali bagiannya. Akan tetapi pemerintah juga punya keterbatasan dalam menjalankan program tersebut karena pemerintah harus menutup gap antara harga keekonomian dengan harga yang sudah ditetapkan dan jumlah anggaran untuk menutup gap tersebut jumlahnya terbatas.

Sudah sering berbagai kesempatan para pelaku usaha di sektor hulu gas menyampaikan kekhawatiran kebijakan penetapan harga gas bakal mempengaruhi iklim investasi. Alasannya cukup masuk akal, karena jika tidak ada kepastian harga gas yang sesuai keekonomian para pelaku usaha maka mereka tidak akan gelontorkan investasi untuk memproduksi gas. Ini tentu berdampak juga kepada negara nantinya yang bakal kekurangan pasokan gas karena tidak adanya kegiatan produksi gas akibat tidak ada kepastian harga gas.

Namun Presiden Joko Widodo pada akhirnya tetap memberikan restu untuk melanjutkan harga gas khusus untuk industri tertentu.

“Kami tidak akan pernah menyerah dan tidak menyerah, tidak menyerah. Alhamdulillah bahwa dalam ratas kemarin, saya bisa melaporkan kepada Bapak-Ibu sekalian, khususnya kepada teman-teman media yang pasti sangat tertarik, bahwa Bapak Presiden bukan hanya menyetujui perpanjangan program HGBT. (RI)