JAKARTA – Dalam upaya mendorong pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) pada sektor Energi Baru Terbarukan EBT, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mendorong Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk bioenergi, pemanfaatan jasa lingkungan air untuk teknologi mikrohidro, pemanfaatan sampah menjadi energi listrik, dan pemanfaatan panas bumi atau geothermal.
Siti Nurbaya, Menteri LHK, mengungkapkan hingga saat ini, terdapat potensi-potensi terkait HTI untuk bioenergi, di antaranya adalah terdapat 14 unit usaha dengan luas alokasi untuk tanaman energi seluas 156,032 hektare dengan jenis tanaman berupa Sengon, Kaliandra, Akasia, Bakau, Gamal, Bambu dan sebagainya.
“Terdapat juga 18 unit usaha di 10 Provinsi yang berkomitmen mengembangkan bioenergi, dengan luas alokasi untuk tanaman energi seluas 46.600 hektare,” dalam acara dialog, Kamis (28/1).
Adapula dukungan Kementerian LHK (KLHK) dalam pemanfaatan EBT berupa penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung
“Teknologi mikrohidro dapat menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kW hingga 1 MW per unit. Pemanfaatan jasa lingkungan air sebagai mikrohidro ini dapat membantu daerah remote yang tidak terjangkau pembangkit dari PT PLN (Persero),” ujar Siti.
Teknologi mikrohidro di kawasan konservasi memanfaatkan aliran sungai. Teknologi ini telah memberikan manfaat kepada 29.285 kepala keluarga di 16 desa sekitar kawasan konservasi. Selain di kawasan konservasi, dunia usaha atau para pemegang ijin pemanfaatan jasa lingkungan air juga telah ada yang berkontribusi membangun pembangkit listrik mikrohidro. Sebanyak 7 unit pemegang ijin, terdapat 2 unit yang telah membangun mikrohidro yaitu di kawasan Taman Naional (TN) Kerinci Seblat sebesar 6 MW dan TN Manupeu Tanadaru-Laiwangi Wanggameti sebesar 1,6 MW. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian LHK hingga saat ini telah membangun 31 unit mikrohidro yang memberi manfaat pada 1.731 kepala keluarga di 28 desa sekitar kawasan hutan.
Dukungan lainnya agar EBT tercipta adalah mendorong pemanfaatan sampah menjadi energi listrik. Diperkirakan, total sampah yang bisa diolah mencapai 16 ton per hari, untuk menghasilkan listrik sebesar 234 MW. Beberapa lokasi percepatan pembangunan fasilitas Pembangkit Listrik Teknologi Sampah (PLTSa) antara lain Palembang, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, DKI Jakarta, Kota Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Denpasar, Surabaya, Manado dan Makassar.
Potensi EBT lainnya adalah panas bumi (geothermal) yang di perkirakan mencapai 14.961 MW. Jumlah tersebut, sebesar 12.705 MW berada di kawasan konservasi yang menyebar di 18 Provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku.
“Melihat potensi EBT yang sangat besar di Indonesia, diharapkan penciptaan dan pemanfaatan EBT di Indonesia dapat meningkat hingga sebesar 50 % pada tahun 2050, agar penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara dapat berkurang hingga 50 % pada tahun yang sama,” tandas Siti.(RA)
Komentar Terbaru