JAKARTA – Perkembangan listrik surya atap di Indonesia dimulai dengan lahirnya Peraturan Direksi PT PLN (Persero) No. 0733.K/DIR/2013 yang memberikan peluang bagi pelanggan PLN untuk memasang PLTS atap. Sayangnya implementasi peraturan ini ditafsirkan dan dilakukan berbeda-beda di unit PLN.
Pada 2017, Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) turut membidani Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA) yang juga didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan pemangku kepentingan lain.
“GNSSA merekomendasikan adanya peraturan yang lebih tinggi dari Peraturan Direksi PLN untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi pelanggan PLN yang ingin memasang PLTS atap,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, baru-baru ini.
Rekomendasi dari IESR dan AESI ditanggapi oleh Ignasius Jonan, Menteri ESDM periode 2014-2019, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 yang diharapkan memberikan kepastian hukum bagi pelanggan PLN. Namun, Permen ESDM ini dalam beberapa hal dinilai kurang progresif dan malah menghambat perkembangan instalasi PLTS atap.
“Catatan yang disampaikan IESR mengenai peraturan tersebut adalah skema net-metering yang lebih rendah dibandingkan peraturan direksi PLN sebelumnya (1:0,65 dibandingkan 1:1), persyaratan yang lebih banyak termasuk SLO dan izin operasi, serta masih diberlakukannya klausul biaya kapasitas (capacity charge) untuk pelanggan industri,” ujar Fabby.
Menurut IESR, beberapa pokok aturan tersebut justru menurunkan minat masyarakat, pelanggan bisnis, serta industri untuk berinvestasi pada PLTS atap. Masukan dan rekomendasi IESR ini telah disampaikan pada Kementerian ESDM dalam berbagai kesempatan dan perubahan atas Permen ESDM 49/2018 merupakan respon dari masukan yang telah disampaikan IESR dan para penggiat PLTS Atap.
Perubahan regulasi ini diharapkan dapat membuka pasar PLTS atap. Hasil survei pasar yang dilakukan IESR mengindikasikan tiga dari 10 orang di Jabodetabek berkeinginan untuk menggunakan PLTS atap, dan satu di antara tiga orang di Kota Surabaya dan sekitarnya menyatakan keinginan yang sama.
Kemudahan terkait dengan SLO dan izin operasi serta kewajiban PLN menyediakan export-import meter (kWh exim) akan menjadi stimulus bagi pelanggan rumah tangga dan bisnis untuk menggunakan PLTS atap. Meski demikian, dengan kondisi pasar yang masih prematur, tingginya potensi dan minat masyarakat masih perlu mendapatkan stimulus insentif lainnya, misalnya diskon Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kemudahan mendapatkan pembiayaan, dan skema kredit ringan cicilan tetap untuk rumah tangga.
Perubahan ketentuan biaya kapasitas menjadi insentif bagi perusahaan multinasional dan perusahaan di Indonesia yang telah memiliki target untuk menggunakan energi terbarukan untuk operasi fasilitasnya. Sejumlah perusahaan multinasional yang tergabung dalam RE100, yaitu aliansi perusahaan yang berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan, adalah salah satu pihak yang diuntungkan. Penggunaan PLTS atap merupakan salah satu solusi untuk mencapai target tersebut yang sebelumnya terkendala dengan tingginya biaya kapasitas. Permen ESDM No. 16/2019 yang menurunkan biaya kapasitas ini merupakan angin segar untuk mereka.
Fabby menambahkan, untuk mendorong revolusi energi surya di Indonesia maka IESR merekomendasikan kepada Menteri ESDM Kabinet Indonesia Maju, Arifin Tasrif, melakukan sejumlah upaya antara lain pertama mendorong BUMN menggunakan PLTS atap dan pemberlakukan mandatori PLTS atap RUEN untuk bangunan pemerintah dan bangunan mewah sesuai dengan ketentuan di Perpres No. 22/2017.
Kedua, mengganti subsidi listrik untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA dengan pemasangan PLTS atap – misalnya dimulai dengan 1 juta rumah tangga pada tahun pertama dan dilipatgandakan pada tahun-tahun
berikutnya.
Ketiga, bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk memasang PLTS atap pada Program Sejuta Rumah. Keempat, mendorong pelanggan PLN golongan 1300 VA ke atas untuk menggunakan PLTS atap dengan insentif finansial seperti kredit murah, diskon PBB, dan rebate modul surya.
“Pemerintah juga perlu merevisi ketentuan net-metering dalam Permen ESDM No. 49/2018 dari 1:0,65 menjadi 1:1. Dan, secara bertahap melakukan penggantian meter pada pelanggan rumah tangga PLN dengan meter exim sehingga sewaktu-waktu pelanggan dapat memasang PLTS atap,” tandas Fabby.(RA)
Komentar Terbaru