SYAMSUL terlihat bahagia saat menjelaskan kondisi tempat tinggalnya di Kampung Jawa. Bukan di pulau Jawa tapi di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Syamsul semangat menceritakan berbagai potensi yang dimiliki tempat dia hidup selama puluhan tahun. Tapi suaranya tiba-tiba berubah menjadi getir. Tidak berapa lama dia mulai meneteskan air mata.
Kilas balik masa-masa kelam beberapa tahun lalu seakan kembali dia lihat. Pada 2015, Kampung Jawa dikepung api kebakaran lahan gambut. Sebenarnya kebakaran sudah jadi langganan di Kampung Jawa. “Kampung kami itu sampai dikenal sama orang-orang disebutnya Kampung Neraka, karena sering kebakaran,” cerita Syamsul sambil terisak dan berlinang air mata saat ditemui Dunia Energi pada siang nan terik di Kampung Jawa, Senin ( 6 September 2021)
Asap memang kerap kali mampir di wilayah Kampung Jawa, tapi saat itu berbeda. Lebih pekat dari biasanya. Tidak sedikit kerugian yang dialami warga kampung termasuk Syamsul. Kebakaran bahkan menimbulkan korban jiwa. Menurut Syamsul kebakaran hutan waktu itu jadi yang terhebat yang pernah dialami ia dan warga Kampung Jawa. Salah satu sahabatnya, Sadikin bahkan sampai harus kehilangan buah hatinya.
Menurut Syamsul dari kejadian itu hampir semua warga bertekad untuk bahu membahu bekerja sama mencegah kebakaran kembali terjadi di kampung mereka. Salah satu yang paling tinggi tekad dan kemauannya adalah Sadikin.
Sadikin menceritakan dia memiliki firasat berbeda terhadap kepungan asap saat itu. Dia meyakini jika asap yang ada saat itu adalah asap dari kobaran api yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, bukan seperti yang sebelum-sebelumnya hanya asap kiriman dari wilayah lain. Benar saja, tetangga dan warga lain langsung berlarian menuju titik api untuk memadamkannya yang tidak jauh dari rumah Sadikin.
“Dari sore kami sudah cium bau asap kami pikir kiriman dari Jambi, nah jam 7 malam ada telepon kasih tahu ada api. Kami ke lokasi ada tim Pertamina turun membantu. Tapi ternyata malam itu nggak bisa di blok api saya juga turun ke lokasi sampai jam 10 malam,” cerita Sadikin kepada Dunia Energi di Arboretum Gambut yang dikelolanya akhir pekan lalu.
Saat sedang berjibaku melawan “Si Jago Merah”, Sadikin mendapatkan kabar tidak sedap dari rumah. Para tetangga memberikan informasi bahwa anak bungsunya dari tiga bersaudara mengalami gangguan pernapasan akibat kepulan asap.
“Saya langsung bawa ke Rumah Sakit, pas dideteksi katanya jantungnya bocor. Lalu dirujuk ke rumah sakit lebih besar ke Pekanbaru baru beberapa menit penanganan tapi telambat, anak saya meninggal,” kata Sadikin dengan mata berkaca-kaca.
Kehilangan sang putri yang baru berusia tiga tahun akibat kebakaran lahan gambut sangat membekas di sanubari Sadikin. Jauh-jauh hari dia sudah sadar betul akan bahaya asap karena itu dia jadi salah satu sosok protagonis berdirinya Masyarakat Peduli Api (MPA), kelompok masyarakat yang secara swadaya dan gotong royong melakukan patroli dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Untungnya dia tidak lama tenggelam dalam kesedihan. Sadikin sadar banyak yang harus dilakukan agar tidak ada lagi anak-anak lain mengalami hal serupa seperti yang dialami buah hatinya. “Saya tahu betul kita perlu oksigen, udara segar,” tegas Sadikin.
Selepas diberikan hibah sebidang tanah oleh orang tuanya di Kampung Jawa. Sadikin lantas tidak langsung mengalihfungsikannya menjadi lahan produktif seperti menanam sawit yang memang banyak tumbuh di sana. Dia berencana menjadikan tanah tersebut justru produktif tanpa harus dialihfungsikan secara “membabi buta”. Dia mau ada hutan, ada tumbuhan yang bisa memproduksi oksigen sehingga anak-anaknya dan warga Kampung Jawa bisa bernafas dengan leluasa. Pohon karet dibiarkan tumbuh, selain itu tentu saja getahnya masih bernilai ekonomi. Tidak berapa lama dia pun berinisiatif mulai menanam berbagai macam pohon lainnya agar keanekaragaman hayati tanaman yang tumbuh di tanahnya lebih bervariasi seperti Meranti, Geronggang, Sela Tikus dan Gaharu.
“Saya sengaja nggak mau tebang pohon karet, yang sudah ada biarkan saja tumbuh, kan belum tentu kita tebang abis itu tumbuh baik. Lebih baik kita tanam yang baru,” ujar Sadikin.
Saat membersihkan tanahnya juga dia menemukan “Permata” di Kampung Jawa yaitu Nephentes alias Kantong Semar. Meski belum terlalu mengenalnya, tapi Sadikin memiliki firasat kalau tumbuhan unik yang ditemukannya itu pasti memiliki sesuatu dan seperti tumbuhan lainnya, harus dilindungi keberadaannya. “Saya lihat kok ini beda, saya pikir ini biarkan saja tumbuh, unik juga bentuknya,” ujar Sadikin.
Kantong Semar merupakan tumbuhan karnivora, pemangsa serangga dan hewan-hewan kecil. Belakangan diketahui di tempat tanah Sadikin dan sekitarnya bahkan ada sekitar tujuh spesies Nephentes. Dua diantaranya berstatus dilindungi yakni Nephentes Sumatrana, Nephentes Spectabilis.
Sadikin tidak bergerak sendiri. Dia turut serta mengajak warga kampungnya untuk ikut bersama-sama mengembangkan lahan gambutnya menjadi lahan yang jauh lebih produktif ketimbang hanya ditanami pohon sawit. Produktif dalam memproduksi oksigen serta produktif menyediakan ilmu yang akan bermanfaat bagi generasi masa depan Kampung Jawa dan sekitarnya. Kini Arboretum Gambut dikelola bersama oleh masyarakat yang tergabung dalam Pokja Arboretum bagian dari kelompok Tani Tunas Makmur.
Tumbuh Seimbang di Lahan Gambut
Kerja keras Sadikin dan rekan-rekannya tercium oleh Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit II Dumai Area Operasi Sungai Pakning. Gayung bersambut, kerja sama untuk mengembangkan lahan gambut di Kampung Jawa pun terjalin sejak tahun 2018. Kini beberapa fasilitas pendukung telah dibangun di hutan yang dirintis Sadikin seperti saung edukasi serta rumah bibit pohon. Lahan gambut Sadikin kini menjelma jadi Arboretum Gambut Marsawa, eduwisata konservasi tanaman khas gambut serta pembibitan Kantong Semar. Arboretum Gambuat Marsawa kini menjadi salah satu pusat edukasi paling penting di Kecamatan Bukit Batu dan sekitarnya. Lokasi ini menjadi tujuan outbound Sekolah Dasar dengan materi pendidikan cinta lingkungan dini dan pengenalan ekosistem gambut. Ini penting guna memupuk rasa cinta lingkungan bagi generasi muda sehingga di masa yang akan datang tidak ada lagi pembakar-pembakar lahan atau akan lahir para penjaga api baru.
Risna Resnawaty, pakar CSR dari Universitas Padjadjaran, menyatakan pengembangan lahan gambut yang dilakukan oleh Sadikin betul-betul menjadi solusi dalam penyelamatan lingkungan karena mampu menjawab tantangan global terutama SDGs 8, 13, dan 15 mengenai yang intinya melindungi, mengembalikan dan memperbaiki lingkungan alam, perubahan iklim, untuk menunjang pada keberlanjutan ekosistem.
Menurut dia, peran Pertamina untuk mendukung dan mendampingi Sadikin merupakan langkah yang sangat cerdas, sebab program Corporate Social Responsibility (CSR) ini selain berdampak secara lokal juga merupakan jawaban bagi isu yang dihadapi oleh banyak wilayah di seluruh dunia.
“Selain itu uniknya program ini adalah dapat menjawab berbagai tantangan dalam dimensi antara lain diantarnya ekonomi, sosial, kesehatan, dan lingkungan,” kata Risna kepada Dunia Energi.
Risna menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan Pertamina untuk dapat mengangkat program ini sebagai pilot project yang dapat dijadikan best practice di beberapa wilayah binaan lain.
“Dapat juga ditemukan dan di-encourage untuk lahirnya local hero di wilayah lain, untuk program menjalankan program sejenis bagi peningkatan kualitas hidup dan lingkungan,” ungkap Risna.
Apalagi, program CSR ini bisa juga diangat secara internasional. “Sebab merupakan transformasi dari program CSR yang berhasil menjawab tantangan global,” kata dia.
Andy Afandy, Deputi Kepala Bidang Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB University, menuturkan konsep pengembangan yang memadukan perlindungan kasawan ekosistem dengan koleksi flora endemik dengan ekowisata dinilai cukup tepat dalam rangka sustainability pengelolaan. Kemudian peluang dan potensi untuk menjadikan kawasan sebagai lokasi pendidikan dan penelitian tematik (ekosistem gambut) juga bisa dilakukan dengan menambah dan memperluas area .“Upaya pengayaan jenis flora endemik tempatan juga sepertinya sudah dimulai di sana,” ungkap Andy saat dikonfirmasi Dunia Energi.
Andy bersama tim IPB University pernah terjun langsung ke lahan gambut milik Sadikin. Saat di sana ia memastikan terdapat flora endemik Kantong Semar yang memang untuk beberapa jenisnya dilindungi. Dia bersama dengan PKSPL IPB sempat membantu untuk membuatkan konsep pengembangan kedepan seiring dengan pengayaan jenis, penetapan dan peningkatan status kawasan bisa dilakukan, menjadi kawasan Konservasi dlm bentuk KEE (Kawasan Ekosistem Essensial).
“Mengapa dijadikan KEE, agar kawasan tersebut bisa dilindungi secara regulasi negara. Karena ekosistem gambut ynag utuh, lengkap dan terjaga sudah sulit ditemukan di Indonesia,” ungkap Andy.
Dia menyarankan agar Pertamina memberikan dukungan berupa pendampingan pengelolaan, capacity building. “Dan tentunya support terkait dengan pengembangan ekonomi masyarakat lokal tempatan yang selaras dengan program perlindungan atau konservasi,” ujar Andy.
Sri Parwati, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengungkapkan Pertamina di Sungai Pakning memang telah banyak melaksanakan kegiatan di ekosistem gambut temasuk bersama Sadikin, penggagas Arboretum Gambut.
Menurutnya kolaborasi antara Pertamina dan Sadikin patut dijadikan role model. Karena dia yakin masih banyak peluang kegiatan sejenis yang diperlukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga lahan gambut agar tidak terbakar.
“Masih banyak diperlukan membentuk dan mengangkat pak Sadikin pak sadikin yang lain,” ujar Sri saat dihubungi Dunia Energi belum lama ini.
Pertamina kata Sri biasanya sudah punya perencanaan panjang untuk kegiatan tanggung jawab sosialnya, terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup melalui pembangunan community development.
Menurut dia hal itu dibangun oleh Pertamina secara bottom up, berdasarkan kebutuhan masyarakat dan didukung local heroes yang bener-benar bisa menjadi motor.
“Kalau memilih lokasi dan lainnya, Pertamina boasanya jeli dalam mengumpulkan dan menganalisis bahan dan informasi,” kata Sri.
Pertamina tidak mau setengah-setengah juga dalam mengembangkan potensi lahan gambut Kampung Jawa. Selain untuk pelestarian lingkungan pengembangan lahan gambut juga bisa bermanfaat bagi ekonomi masyarakat.
Rudi Hartono, Manager Production PT Kilang Pertamina Internasional RU II Sungai Pakning, menceritakan awalnya terkait dengan nanas kebetulan anggota kelompok tani nanas dan Masyarakat Peduli Api (MPA) binaan Pertamina.
Kala itu Sadikin kata Rudi menceritakan sedang melakukan konservasi lahan gambutnya, dan dia menawarkan kerja sama pengembangan ekosistem gambut. Tidak berapa lama manajemen bergerak cepat dengan langsung melakukan survei bersama para peneliti dari IPB university dan memberikan rekomendasi program keanekaragaman hayati di sana pada tahun 2018.
“Pertama kali lakukan kita inventarisasi tanaman di sana, labeling, identifikasi fauna juga setelah itu kita bangun trek dari jalan utama sampai di dalam Arboretum,” kata Rudi.
Setahun berikutnya kolaborasi dikembangkan dengan menjadikan Arboretum Gambut rintisan Sadikin sebagai eduwisata yaitu tempat edukasi sekaligus wisata bagi anak-anak di Kecamatan Bukit Batu dan sekitarnya. “Tahun 2019 kita kembangkan pariwisatanya kita bangun musholla saung-saung besar, toilet serta sarana prasarana outbond. kita ada program sekolah cinta gambut di SD dibawah binaan kita diajak ke Arboretum untuk edukasi siswa-siswa outing class di sana,” jelas Rudi.
Kerja keras, kegigihan Sadikin serta kolaborasi yang apik antara dia dengan Pertamina membuahkan hasil yang patut disyukuri dan dibanggakan. Tidak hanya dari sisi lingkungan dengan ekosistem lahan gambut yang terjaga baik, tapi Sadikin juga diganjar penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk kategori perintis lingkungan
“Tahun 2020 Pertamina usul Sadikin ke KLHK untuk penghargaan, Alhamdulilah dapat Kalpataru,” ujar Rudi.
Eduwisata Arboretum Gambut selama ini menjadi salah satu pintu rejeki tambahan bagi warga, dalam sebulan tidak kurang dari 1.000 pengunjung sambangi Arboretum. Kelompok Tani Tunas Makmur mendapatkan tambahan pemasukan dari berjualan mimuman atau makanan hasil olahan nanas yang buahnya tumbuh subur di lahan gambut atau dari bahan-bahan lainnya. Tapi pandemi COVID-19 memang tidak pandang bulu. Termasuk di wilayah pendalaman lahan gambut juga terkena imbasnya.
Lantaran pagebluk tambahan pemasukan mereka juga berkurang. Untungnya inovasi tidak berhenti. Manajemen Kilang Pertamina Internasional RU II Sungai Pakning mendorong program pineapeat.
Pineapeat merupakan pupuk alami yang terbuat dari kulit nanas dan daun-daun kering yang mampu meningkatkan pH tanah gambut sehingga dapat langsung ditanam tanpa perlu dibakar atau pengolahan lanjutan. Pupuk ini digunakan untuk pelestarian kantong semar Nepenthes sumatrana dan Nepenthes spectabilis yang berstatus langka di Wisata Arboretum Gambut.
Rudi menjelaskan pineapeat merupakan formulasi yang terdiri dari limbah kulit nanas 50%, biopeat 10%, sekam bakar 10%, daun kering 10%, dan tanah gambut 20%. Inovasi tersebut telah memperoleh sertifikat hak cipta dengan No. 000202301. Dampak lingkungan yang dihasilkan berupa peningkatan indeks keanekaragaman hayati dari 1,78 H’ pada tahun 2019 menjadi 1,84 H’ pada tahun 2020. Manfaat ekonomi juga diperoleh oleh kelompok berupa hasil penjualan pineapeat dan tanaman hias sebesar Rp17 juta.
“Dengan adanya inovasi tersebut, diharapkan kegiatan konservasi kantong semar yang berstatus langka di Arboretum Gambut tetap berjalan serta memberikan dampak positif baik bagi lingkungan maupun masyarakat,” ungkap Rudi.
Arya Dwi Paramita, VP CSR & SMEPP Management PT Pertamina (Persero) kepada Dunia Energi menambahkan program yang dilaksanakan Pertamina Kilang Unit Produksi Sei Pakning bersama masyarakat mewujudkan Arboretum Gambut sebagai implementasi dari salah satu Sustainable Development Goals (SDG) ke-15 yakni menjaga ekosistem darat dan SDG ke 8 yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Praktek ini juga sejalan dengan upaya perusahaan dalam melindungi keanekaragaman hayati, dan sejalan dengan praktik ESG (Environment, Sosial and Governance) yang menjadi komitmen perusahaan,” jelas Arya.
Kampung Jawa kini telah berubah. Sadikin dengan kegigihannya sehingga bisa memantik kepedulian warga lain dipadukan dengan kolaborasi bersama Pertamina membuat asa di Kampung Neraka bisa terus terjaga. Bahkan kini Syamsul, Sadikin dan seluruh warga Kampung Jawa bisa dengan bangga menyebut kampung mereka bukan lagi Kampung Neraka. “Alhamdulilah, dengan kerja keras bersama masyarakat dan bantuan Pertamina kini kami boleh bangga, kampung kami sudah berubah, bukan lagi Kampung Neraka tapi Kampung Surga,” kata Syamsul tersenyum. (Rio Indrawan)
Komentar Terbaru