TIDAK sedikit yang alergi jika mendengar praktek tambang mineral di tanah air. Ini memang tidak mudah untuk dihindari karena memang ada saja oknum tambang yang tidak menjalankan kaidah pertambangan yang baik dan benar. Untungnya masih ada perusahaan-perusahaan yang serius menerapkan kaidah tambang yang sesuai dengan ruhnya. Hal itu bisa dilihat dari pemberdayaan masyarakat dan lingkungan di sekitar kegiatan tambangnya.
Strategi “Green” kini diusung berbagai perusahaan termasuk PT Agincourt Resources (PTAR), salah satunya adalah fokus dalam pelestarian wilayah pesisir. Baru-baru ini PTAR menanam sedikitnya 30 ribu bibit mangrove mencakup Kelurahan Kalangan, Kelurahan Kalangan Indah, dan Desa Aek Sitio-tio di Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah.
Aksi tanam mangrove bertajuk “Dari Hati Untuk Bumi”, PTAR tidak sendiri karena sudah menggandeng Kelompok Tani Hutan Mandiri Lestari yang sudah membudidayakan bibit mangrove selama tiga tahun. Bibit yang disiapkan adalah bibit lokal jenis rhizophora siap tanam berusia 4-6 bulan di persemaian dengan tinggi bibit 50-80 centimeter, sedangkan bibit kerang yang disebarkan berjenis lokus dengan kondisi sehat dan segar. Jarak tanam bibit 1×3 meter, tetapi tergantung batas air laut surut. Penanaman direncanakan selama 2-3 bulan, sedangkan durasi pemeliharaan 2 tahun dan dapat diperpanjang.
Sebenarnya pelestarian lingkungan tidak hanya melulu di sekitar wilayah pesisir. Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) juga jadi fokus manajemen untuk ikut dirawat. Ini wajar pasalnya tambang emas Martabe yang dikelola PTAR terletak dekat dengan pemukiman masyarakat dan perkebunan. Area konsesi tambang juga dilintasi oleh aliran air yang berasal dari kawasan hutan asli. Faktor – faktor tersebut memang sudah sepatutnya menjadikan kegiatan tambang Agincourt harus bisa juga meminimalkan dampak lingkungan.
Misalnya saja pada November 2022 PTAR menanam 1.000 bibit pohon produktif untuk menekan risiko luapan Sungai Garoga yang mengaliri Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan. Jenis pohon yang ditanam pun dapat dimanfaatkan warga, seperti durian, alpukat, mangga, dan trembesi.
Juni 2022, PTAR melakukan kegiatan penanaman 200 bibit pohon di SMKN 2 Pertambangan Batangtoru. Kegiatan ini diiringi penyerahan 1.200 bibit pohon ke masyarakat sekitar area tambang di Batangtoru dan Muara Batangtoru.
Sejak tahun 11 tahun lalu, total bibit pohon yang sudah ditanam di banyak titik di dalam dan di luar area Tambang Emas Martabe mencapai lebih dari 41.000 bibit pohon, dengan potensi produksi oksigen sekitar 18 juta kilogram per tahun dan penyerapan gas karbon sekitar 1 juta ton per tahun.
Wakil Presiden Direktur PT Agincourt Resources, Ruli Tanio, mengatakan penanaman mangrove ini merupakan kontribusi PTAR dalam membentuk ekosistem wilayah pesisir di Tapanuli Tengah, kabupaten yang membentang di pesisir Pantai Barat Pulau Sumatra dengan panjang garis pantai 200 kilometer. Ekosistem mangrove sebagai salah satu penopang ekosistem wilayah pesisir diharapkan dapat menjadi area mencari makan, memijah, dan berkembangbiak berbagai jenis ikan dan udang, sekaligus habitat alami berbagai jenis fauna.
“Kami juga berharap aksi tanam mangrove ‘Dari Hati Untuk Bumi’ dapat membuka peluang meningkatnya perekonomian masyarakat setempat lewat ekowisata hutan mangrove yang berwawasan lingkungan dengan berlandaskan pada aspek konservasi alam serta pemberdayaan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat lokal,” kata Ruli belum lama ini.
Menurutnya, penting membentuk ekosistem mangrove sebagai salah satu ekosistem pendukung kehidupan. Fungsi dan manfaatnya beranekaragam bagi masyarakat sekitar kawasan, salah satunya meningkatkan peluang perekonomian masyarakat Tapanuli Tengah yang sebagian bekerja sebagai nelayan.
“Kami perusahaan tambang yang area operasionalnya tidak berdekatan dengan pantai. Namun, kami sadar bahwa hutan mangrove merupakan sumber penjaga ekosistem perairan antara darat, pantai, dan laut dengan fungsi biologis, fisik, dan ekonomi yang besar bagi keberlangsungan hidup. Hal ini sejalan dengan Kebijakan Keberlanjutan kami,” kata Ruli.
Sebagai bagian dari Grup Astra, upaya PTAR menggelar aksi tanam mangrove bertujuan mendukung Astra 2030 Sustainability Aspirations yang menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca Grup Astra Scope 1 dan 2 sebesar 30%. Hal ini sejalan dengan Nationally Determined Contribution (NDC) yang memuat komitmen negara untuk menetapkan target pengurangan emisi di Indonesia, salah satunya dengan cara membangun ekosistem mangrove.
Selain menanam pohon demi masa depan, manajemen juga tidak melupakan pengelolaan air yang jadi salah satu unsur terpenting dalam kegiatan tambang. Manajemen menerapkan sistem pengelolaan air yang dirancang dengan cermat di tambang emas Martabe. Maklum saja curah hujan di sana memang lebih tinggi yakni rata-rata lebih dari 4.500 mm per tahun. Ini jauh diatas rata-rata curah hujan global yang hanya 1.000 mm per tahun.
Dengan kondisi itu pengelolaan air di site dan perlindungan saluran air di hilir jadi sangat krusial dan merupakan faktor penting dalam keberhasilan operasi. Kelebihan air yang ditampung di fasilitas penyimpanan tailing (TSF) setelah hujan diolah di instalasi pengolahan air untuk menghilangkan jejak kontaminan sebelum dilepaskan dengan aman ke Sungai Batang Toru terdekat. Semua air yang keluar dari site dipantau program pemantauan kualitas air yang komprehensif. Berdasarkan data perusahaan dalam tiga tahun terakhir atau dari tahun 2019 volume air yang dikelola berhasil dijaga tetap stabil. Tahun 2019 volume air yang dikelola mencapai 12,6 juta M3. Lalu sempat meningkat pada tahun 2020 yakni sebanyak 16,08 juta M3. Selanjutnya sepanjang tahun 2021 ada 14,7 juta M3 air yang dikelola.
Dalam kegiatan tambang tidak mungkin tidak menghasilkan limbah. Untuk itu pengelolaan limbah ini menjadi perhatian khusus manajemen PTAR. Dalam pengelolaan limbah hampir semua batuan sisa yang dihasilkan oleh penambangan di site digunakan untuk membangun tanggul fasilitas penyimpanan tailing di site. Batuan tersebut ditempatkan dalam lapisan yang dipadatkan untuk memaksimalkan kekuatan dan meminimalkan potensi pembentukan asam, yang terjadi akibat oksidasi mineral alami saat terpapar ke atmosfer setelah digali. Total selama tahun 2021 limbah yang dikelola sebesar 4.777 ton. Realisasi itu sebenarnya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yakni 4.664 ton tapi jauh dibawah tahun 2019 yang mencapai 5.538 ton. Total limbah B3 yang dikirim kepada perusahaan pihak ketiga tersebut mencapai 567.82 ton. Jumlah sisa proses tailing yang dihasilkan dari kegiatan operasional yang dimasukkan ke Fasilitas TSF sebanyak 10,873,729 m3. Limbah B3 juga dimanfaatkan internal untuk kegiatan peledakan di site Martabe, berupa jenis minyak pelumas bekas. Jumlah minyak pelumas bekas yang dimanfaatkan untuk kegiatan tersebut mencapai 37.39 ton.
Kemudian untuk sisa hasil dari proses ekstraksi bijih emas dan perak atau tailing adalah air, butiran halus, kapur, dan sisa sianida. PTAR membuang tailing pada Fasilitas Penyimpanan Tailing (Tailings Storage Facility/TSF). Tailing didistribusikan secara merata melalui beberapa titik penempatan di sepanjang bagian atas bendungan dengan pipa spigot. Konsistensi daya dukung bendungan pun terus diawasi, dan persyaratan operasional TSF telah sesuai dengan regulasi yang ada.
Di tahun 2022, terdapat 6,7 juta ton tailing yang ditempatkan dengan aman di TSF, sesuai dengan Kode Praktik Penempatan Tailing yang Aman. Selama tahun 2022, penempatan tailing berhasil memberikan kemiringan di hulu untuk menghindari air yang terkontaminasi di hilir bendungan. Air dari hasil proses yang tersisa dikumpulkan di sisi utara pantai tailing, untuk memastikan bahwa persyaratan operasional pabrik pengolahan telah dipenuhi.
Praktik tambang berkelanjutan yang dijalankan oleh Agincourt mau tidak mau memang harus diterapkan oleh manajemen. Ini tidak lepas dari perubahan zaman yang ikut menggeser paradigma baru masyarakat melihat kegiatan pertambangan.
Ridwan Djamaluddin, Dirjen Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pernah mengungkapkan transformasi penting lain dalam dunia pertambangan saat ini adalah transformasi tambang yang dipandang sebagai sumber daya alam tidak terbarukan (nonrenewable resources), ditempatkan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
“Kini kita mengenal konsep tambang berkelanjutan (sustainable mining), di mana sumber daya tak terbarukan bertransformasi menjadi sumber daya lain yang terbarukan”, kata Ridwan.
Dalam perspektif itu, pertambangan bergerak lateral ke wilayah sosial, ekonomi hingga kultural. Menurut Ridwan, jika merujuk pada amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, ada tiga hal penting yang perlu diwujudkan terkait dengan transformasi manfaat pertambangan. Pertama adalah peningkatan nilai tambah (PNT) atau yang dikenal hilirisasi, yang menciptakan efek ganda tinggi termasuk penciptaan lapangan kerja. Kedua adalah pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menopang populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat pada luas daratan yang tetap. Serta ketiga adalah pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) sekitar lingkar tambang yang membantu tugas pemerintah dalam peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan. “Serta kemampuan masyarakat untuk lebih berdaya dan mandiri,” ujar Ridwan.
Komentar Terbaru